Rabu, 29 Juni 2011

Selasa, 28 Juni 2011

Tuah Gaib Pemandian Putri Hijau

Catatan : Abah Rahman

PEMANDIAN Pancur Gading di Kampung Pamah, Deli Tua. Ada banyak sensasi yang dirasa ketika bercengkrama dengan alam di tempat itu. Kecipak air, gemerisik daun bambu, dan sesekali tercium aroma hio berasal dari tempat bekas pemandian sang putri. Ada apa gerangan ?

Tak lah terlalu sulit untuk menggapainya. Begitu sampai di Pajak Deli Tua, sebelum kantor Polsek kita belok kanan, terus cari namanya Gang Bunga dan masuklah ke dalam. Trus ada jembatan, begitu kita lewati, beloklah ke kiri. Di sana kita jumpai sebuah perkampungan orang Karo. Mereka ramah – ramah pada orang yang datang. Terlihat dari sunggingan senyum yang mereka persembahkan ketika saya menuju tempat itu. Sebenarnya, ada yang lucu ketika melewati sebuah warung di samping jembatan. Sekitar 200 meter masuk ke dalam, saya sempat ‘jiper’ juga. Rimbunan pepohonan dan kesunyian begitu mencekam. Kian masuk ke dalam kian menyeramkan. Serasa ada yang tak beres, saya balik kanan dan menjumpai orang di warung itu untuk ditemani ke tempat pemandian. Mana tahu entah terjadi apa-apa ada yang menyaksikan, begitulah pikiran saya saat itu.

“Jangan takut dekku, amannya disini, kereta pun tak ada yang hilang. Adanya kantin dekat situ, masuk sajalah,” ujar seorang pria di warung dekat jembatan itu. Mereka tertawa melihat muka saya, mungkin saja sudah pucat saat itu. Udah kepalang tanggung, saya pun menerobos masuk. Melewati rimbunan pohon bambu, pisang, persawahan. Jalanan yang meliuk-liuk mendaki bukit haruslah ekstra hati-hati kalau tidak bisa saja nyemplung ke sawah. Benar saja apa yang dikatakan warga di warung tadi. Di atas memang ada warung dan tempat pemandian.

Seorang pria bermarga Sitepu yang bertugas di pemandian menyambut saya dengan penuh kekeluargaan. Saat itu ada dua pria yang lagi mandi. Aman dan Umar namanya. Kedatangan mereka memang punya maksud tertentu. Seperti Umar misalnya, ia mengunjungi tempat ini untuk menghilang penyakitnya.

Ceritanya, sebulan lalu ia dihinggapi penyakit gatal – gatal di sekitar kelaminnya. Amat menganggu. Atas anjuran seorang teman ia pun mandi di tempat itu. Dan ia merasakan kesembuhan.

“Semuanya khan atas izin Allah SWT, satu kali saja saya mandi di tempat ini, gatal-gatal itu pun hilang. Setelah itu saya pun sering mandi kemari. Rasanya sejuk dan segar,” katanya mengisahkan pengalaman gaibnya. Lain lagi dengan Riki, warga Tiga Juhar, Deli Serdang yang selalu berkunjung ke tempat itu. Ia mengaku dulunya ia sempat termakan ramuan kotor. Atas saran orang pintar yang menanganinya, ia pun dianjurkan mandi di tempat itu. Dan lagi-lagi, kesembuhan itu dirasakannya setelah kunjungannya keenam kali.

Sementara Aman mengamini kesaksian Riki dan Umar. Walau hanya membasuh wajah dan tangannya ia merasakan kesegaran alami. Didorong oleh rasa ingin tahu, saya pun mencoba membasuh wajah dengan air mancur pancur gading itu. Wah, memang tak terbantahkan. Semacam ada energi lain bersama turunnya air mancur itu. Bahkan saya sempat berguman, kesegarannya melebihi air minuman suplemen. Itulah beberapa sensasi yang saya rasakan ditempat pemandian ini. Airnya memang benar-benar membawa kesegaran.

Selain itu, nuansa magis amat terasa. Apalagi di berbagai sisi pemandian hio dibakar. Aromanya begitu menyengat. Ditambah lagi beberapa aroma bunga yang berada di altar persembahan. Seperti pengakuanRiki. Adalah sebuah kebiasaan ketika ingin mandi ditempat itu. Pengunjung biasa mempersempahkan bunga-bungaan dan aneka macam sesaji lain untuk penghuni gaib di tempat itu. “Seperti bentuk penghormatan sebelum mandi, agar kita dapat berkah,” ujarnya menerangkan.

Tak hanya bunga-bungaan dan aroma hio yang menyengat. Ada misteri lain yang tersimpan di pemandian ini. Tentang makna warna-warna ikan di telaga sumber air pancur gading ini. Penuturan Aman, sebelum mandi kita perhatikan dulu warna ikannya. Apabila sebelum mandi kita melihat warnanya gelap itu tandanya kita lagi banyak dirundung masalah. Setelah mandi kalau kita melihat warnanya sama berarti masalah itu masih ada dengan diri kita dan belum terkikis. Untuk itu, kita harus mandi lagi. Apabila warna ikan itu berubah jadi warna kuning keemasan. Berarti penyakit dan tujuan kita akan gilang gemilang. Begitulah pengakuan tiga pria ini. Aman, Umar dan Riki. Mereka mengaku banyak orang yang mandi di air pancuran ini sebagai sarana untuk menghilangkan penyakit, menyegarkan badan, membuang sial dan berbagai macam hajat lainnya.

“Semuanya terjadi atas izin Tuhan, dan saya mengatakan salah satu jalannya ada disini untuk berusaha sembuh,” ujar Riki.

Putri Hijau memang sebuah legenda dari tanah Deli, bahkan ada banyak versi cerita mengenainya. Yang jelas, kita ambil saja hikmahnya dari cerita ini. Dan yang terpenting tetaplah kita berkeyakinan bahwa Tuhanlah di atas segala-galanya. (*)

Sumber: http://abahrahman.com/?open=view&newsid=311

Peradaban Urban dan Komunitas Taman


Oleh : Hidayat Banjar
Kehidupan egaliter di samping dapat dilihat dan dirasakan di warung-warung kopi, juga dapat dilihat dan dirasakan di taman kota. Di taman, tak ada kelas, tak ada warna kulit, suku, semua sama punya hak menikmati panorama alam yang ada. Seperti udara yang memberi ogsigen kepada siapa saja, begitu juga taman, memberi kesegaran dan keindahan kepada siapa saja yang hadir di taman kota.
Melepas merpati.
Gerakan Komunitas Taman yang bercita-cita menghidupkan taman kota sejak belasan tahun lampau pantas jadi perhatian kita. Idris Pasaribu pun pada Ruang Rebana, Rubrik Lirik (Analisa, Minggu, 5 Juni 2011, halaman 11) menulis tentang Komunitas Taman ini. Dengan judul Merpati di Taman. Idris menggambarkan tentang upaya sekelompok orang yang menamakan diri Komunitas Taman, tanpa hingar-bingar, tanpa publikasi dan acara serimonial yang wah, melakukan upaya "menghidupkan" taman kota.
Budaya Uraban
Budaya urban -tepatnya buih dari kebudayaan kota (karena begitu cepat berubah sesuai selera pasar)- yang massif, gemerlap dan wah perlu penyeimbang. Komunitas-komunitas seperti Komunitas Taman dan lainnya adalah gerakan yang tak memerlukan "kekuatan gerombolan", populeritas dan pengakuan.
"Siapa saja boleh mengambil tempat dan posisi dalam Komunitas Taman," tutur Selwa Kumar suatu kali pada penulis. Justru itu, komunitas-komunitas seperti ini jadi semacam rem dari naluri agresivitas manusia kota yang bertarung memenuhi kebutuhan hidup.
Pada 1 Juni 2011 itu, saya hadir di Taman Beringin Jalan Sudirman Medan bersama Komunitas Taman dan Komunitas Bumi. Ada Miduk Hutabarat, Irwansyah Hasibuan, Andi, Zulkarnain Siregar, Robert Valentino Tarigan, Jaya Arjuna dan nama-nama yang tak dapat saya sebutkan satu per satu. Selwa Kumar tidak hadir di sini. Mungkin ada kesibukan lain.
Dari orasi, bernyanyi, juga baca puisi, bahkan sekadar cuap-cuap dilakukan di senja yang cerah tersebut. Masing-masing individu berharap – dengan gerakan menanam pohon (yang sudah dilakukan sebelum-sebelumnya) dan melepas merpati (yang dilakukan pada 1 Juni 2011 itu) – taman kota sebagai ruang publik jadi tempat istirah sejenak dari kesumpekan hidup.
Suasana Lain
Ada orang-orang yang berlari sore, ada yang sekadar duduk-duduk, ada yang bercengkrama dengan keluarga. Kehadiran Komunitas Taman dan Komunitas Bumi serta orang-orang yang perduli lingkungan, memberi suasana lain sore itu. Tak sedikit dari pengunjung taman memperhatikan dengan seksama -dari jarak dekat maupun agak jauh- kegiatan komunitas.
"Perubahan lingkungan, membuat perubahan ekosistem. Perubahan ekosistem membuat perubahan perilaku bangsa manusia," demikian Robert Valentino dalam orasinya.
Robert Valentino Tarigan berorasi
Hanya berkisar 35-40 tahun saja terjadi perubahan drastis. Ketika itu – sekitar 35-40 tahun lalu – orang-orang yang bermukim di sekitar 500 meter kurang lebih dari bibir sungai pastilah berakrab-ria dengan sungai. Suasana pemukiman sangat kental dengan aroma desa.
Zaman bergerak kawan. Desa-desa -yang tiga atau empat puluh tahun lalu- tempat kita dilahirkan, dalam keniscayaan sejarah, berubah jadi kota-kota yang padat. Alam yang dulu masih ‘berbaik hati’ memberi bangsa manusia dengan gizi, kini pergi, dilindas keserakahan kota.
Masih dengan jelas terpatri di ingatan -dulu- di samping atau belakang rumah kita bertaburan makanan pemberi gizi seperti jamur yang tumbuh di batang-batang pohon tumbang, kemumu, keladi dan umbi-umbian lainnya. Pisang-pisang dan buah-buahan pun berserak begitu rupa.
"Tongkat kayu dan batu jadi tanaman", sebagaimana dilantunkan Koes Plus dalam lagunya, kini tenggelam dalam rawa-rawa sejarah. Ketika itu, kita tinggal menggerakkan kaki dan tangan untuk mengutip gizi-gizi tersebut.
Rawa-rawa di samping atau belakang rumah juga memberi gizi seperti ikan-ikan berbagai jenis. Sungai-sungai apalagi. Seperti di Sungai Deli, Babura, Denai, Belumai dan Batang Serangan dulu: ada udang-udang kecil, sipu, remis, dan ikan kepalatimah, cencen, lemeduk, baung, sepat, sampai ikan-ikan besar lainnya tersaji buat kita.
Ikan Sapu Kaca
Remis dan siput, berserak di pasir-pasir sungai, tinggal menjulurkan tangan dan membawa wadah, maka semuanya dapat menjadi tambahan gizi. Kini, sungai-sungai kita di kota (dulu kebanggaan warga), yang ada tinggal ikan sapu kaca dengan daging yang nyaris tak ada dan tulang dan begitu keras. Aduh!
Sungai Deli, Sungai Babura dan tiga sungai lainnya: Sungai Batang Serangan, Denai dan Belumai yang melintasi Kota Medan merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa, tetapi kini kondisinya tentu sangat jauh beda. Dahulu kapal ukuran besar dapat leluasa berlayar di sungai-sungai tersebut karena tidak ada jembatan yang menghalanginya. Masa sekarang alurnya bertambah kecil, banyak jembatan di atasnya dan tempat-tempat yang telah menjadi dangkal. Ironisnya, air sungai-sungai yang dulunya jernih, kini relatif keruh dan mirip air comberan. Jika musim hujan, sungai-sungai jadi menakutkan karena kelihatan ganas.
Alam yang berubah membawa perubahan perilaku manusianya. Masyarakat yang bersahaja, tenggang rasa, hidup bersama, berubah menjadi agresif dan individualistik karena tuntutan kebutuhan hidup. Tak ada lagi yang gratis di kota ini kecuali – maaf – kentut.
"Saat itu (maksudnya saat alam masih begitu bersahabat dengan masyarakat), kalau kita miskin, alam masih memberi kehidupan. Sekarang, kalau tidak punya uang, alam tak lagi memberi kita makanan gratis. Semua harus bayar," tandas Valentino.
Pemandian putri hijau
Sungai Deli yang hulunya di Delitua mengalir hingga ke Belawan, dulu merupakan tempat sebagian besar orang-orang miskin kota mencari penghidupan. Di Kelurahan Namu Rambe ada situs Putri Hijau dengan bekas benteng pertahanannya, bekas istana dan pancur tempat Putri Hijau mandi, kini merupakan pancuran yang airnya terus mengalir. Situs bersejarah itu belum dimanfaatkan sebagai paket wisata, sehingga tak perlu merusak alam hanya untuk mengejar keuntungan materi.
Kecewa
Masyarakat peduli kelestarian lingkungan dan orang-orang yang punya hubungan emosional serta historis dengan sungai penuh sejarah ini, pastilah kecewa melihat pembangunan yang tak bersahabat dengan alam, sehingga merusak keberadaan Sungai Deli. Bahkan, dalam dua dasawarsa ini -jika di hulu musim penghujan- penduduk yang ada di pinggiran sungai bagian hilir, merasa Sungai Deli dan sungai-sungai lainnya jadi ancaman menakutkan.
Akankah kehadiran Komunitas Taman, Komunitas Bumi dan pencinta lingkungan lainnya mengembalikan kondisi alam seperti 30-45 tahun lampau? Jawabnya: Tidak!! Kehadiran komunitas-komunitas yang tak bergantung dengan pemerintah, sedikitnya dapat menjadi rem bagi peradaban kota yang agreif. Dalam pada itu, komuniras-komunitas seperti ini dapat memberi makna: kita butuh taman di mana peradaban egaliter mengalir dalam sungai kehidupan.

Jumat, 24 Juni 2011

Gudang Pengisian Gas Meledak


Namorambe, (Analisa)
Illustrasi
Gudang pengisian gas aceteline di Desa Delitua Gang Becek Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang meledak, hingga masyarakat sekitarnya panik keluar rumah, Kamis (23/6) pukul 08.45 WIB.
Sekurangnya empat karyawan menderita luka bakar dan kini masih dalam perawatan medis. Penyebab meledaknya tabung gas masih dalam penyelidikan Polsek Namorambe.
Keempat karyawan yang mengalami luka bakar, Legino (29), warga Desa Batu Penjemuren Namorambe, Firmansyah (42), warga Jalan Karya Jaya Eka Bakti Medan Johor, Fendy (27), warga Tanjungmorawa dan Ngatino (28), warga Desa Delitua Namorambe.
Informasi diperoleh, keempat karyawan itu sedang bekerja seperti biasa. Namun, secara tiba-tiba salah satu alat pengisian meledak hingga memporak porandakan isi gudang. Untungnya, dari kejadian itu, sejumlah tabung gas tidak sempat ikut meledak.
Keempat korban mengalami luka bakar di sekujur tubuhnya, akibat disambar kobaran api. Sedang korban Firmansyah dilaporkan mengalami luka serius di bagian kepala, akibat terlempar sejauh empat meter dari posisinya serta tertimpa reruntuhan genteng gudang. Para korban luka bakar dilarikan ke RS Mitra Sejati Medan.
Korban Fendi dibenarkan petugas medis pulang ke rumahnya, karena lukanya tidak begitu parah, sedang tiga temannya masih dalam perawatan intensif RS Mitra Sejati Medan di Titi Kuning. Korban Ngatino sempat menjalani perawatan di ruang ICU RS Mitra Sejati.
Mandor gudang Sugio yang selamat dalam musibah itu mengatakan, saat itu pengisian gas yang biasa digunakan untuk pengelasan sudah selesai dan Tino sudah menutup semua saluran pengisian.
Sugio tidak tahu mengapa terjadi ledakan, padahal semua saluran pengisian gas telah dimatikan. Namun, Sugio menduga masih ada sisa gas yang bocor dan tersambar percikan api.
Menurut Sugio, saat terjadi ledakan ia berada di rumah  tidak jauh dari gudang. Setelah ia mendengar suara ledakan, Sugi menuju lokasi dan melihat api yang masih menyambar. Bahkan, atap genteng ambruk dilalap api, hingga lokasi itu ditutup dengan debu dan para korban yang berada dei dalam gudang tidak kelihatan, katanya.
"Saya melihat Tino mengalami luka bakar, hingga melepuh akibat tersambar api, begitu juga Firmansyah tubuhnya melepuh kena percikan api", ujar Sugio.
Sugio mengakui, pengisian gas di gudang itu khusus untuk las karbit dan baru sekali ini terjadi musibah. 
Kapolsek Namorambe AKP SH Karo-Karo,SH ketika dikonfirmasi membenarkan kejadian.
"Saat ini masih melakukan penyelidikan penyebab ledakan itu, para korban sudah mendapat perawatan medis di RS Mitra Sejat,sedang lokasi kejadian diamankan dengan memasang police line (garis polisi) serta sejumlah barang bukti disita," kata Kapolsek. (dr)
http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=99452:gudang-gas-meledak-empat-luka-bakar&catid=1044:24-juni-2011&Itemid=217
Sumber : 

Kamis, 23 Juni 2011

Wow.. Suminar (42) warga Kedaidurian kerjakan jembatan di Batubara

Bangunpurba, (Analisa)
Illustrasi

Front Komunitas Indonesia Satu (FKI-1) Deliserdang meminta Dinas Pekerjaan Umum (PU) segera melakukan evaluasi terhadap kualitas pengerjaan jembatan berukuran 6 x 6,5 meter di Dusun 5, Desa Baturata, Kecamatan Bangunpurba. Pasalnya, pengerjaan jembatan yang belum rampung tersebut cenderung dikerjakan tanpa perencanaan kualitas.
"Kita minta Dinas PU mengevaluasi kualitas jembatan yang kabarnya dikerjakan secara swakelola tersebut" tegas Sekretaris FKI-1 Deliserdang Syaifuddin Zuhri Nasution didampingi Bidang Infokom M Efendi kepada Analisa, Rabu (22/6).
FKI-1 menemukan adanya indikasi penyimpangan dalam pengerjaan jembatan. Selain kualitas fisik yang beberapa bagiannya sudah mengalami keretakan, pihak pemborong juga tidak membongkar fisik jembatan lama di bawahnya sehingga dikhawatirkan kekuatan jembatan tersebut tidak maksimal.
Sebab, jembatan tersebut bakal menjadi lintasan kenderaan angkutan yang berlalulintas menghubungkan Desa Baturata dengan Ujung Rambe menuju pusat pemerintahan Kecamatan Bangunpurba.
Ditambahkan Zuhri, evaluasi sejak dini penting dilakukan sebelum pembangunan fisik jembatan tersebut selesai. Jika sudah selesai baru dievaluasi sementara sudah terdapat terlihat adanya kekurangan kualitas bangunan, artinya Dinas PU tidak melakukan pengawasan dan sengaja melakukannya agar bisa menekan pihak pemborong untuk kepentingan tertentu.
Zuhri juga mengingatkan Dinas PU agar tidak berkonspirasi untuk mengeruk keuntungan yang berakibat pada kerugian negara yang notabenenya uang rakyat. Pasalnya, pembangunan jembatan juga terdapat kejanggalan yang disebut sebagai rehabilitasi. Padahal di lapangan bentuknya sudah pembuatan bangunan baru.
Kepala Desa Baturata Suprayetno ketika dikonfirmasi Analisa, Senin (20/6) menjelaskan, dirinya sama sekali tidak mengetahui bentuk pengerjaan tersebut apakaah sumber dananya berasal dari APBD atau program swakelola. "Katanya itu swakelola Pak. Saya gak tahu sama sekali. Saya hanya menerima surat masuk ini’ paparnya sembari menunjukkan berkas surat yang masuk ke kantornya sebagai pemberitahuan dari Dinas PU Deliserdang berupa Surat Perintah Kerja (SPK) nomor : 050/2172.11/DPU/DS kepada Suminar (42) warga Kedaidurian, Kecamatan Delitua yang memjadi pihak pelaku pelaksana pembangunan jembatan tersebut.
Dalam SPK tersebut juga disebutkan, pembangunan jembatan Baturata merupakan kegiatan rehabilitasi pemeliharaan jembatan dengan upah borong berbentuk perbaikan jembatan beton plat beton ukuran 6 x6,5 meter. Namun faktanya, fisik bangunan tersebut totalitas mengerjakan fisik bangunan baru.
Pantauan Analisa di lapangan, bangunan jembatan yang baru merampungkan fondasi tersebut terdapat beberapa keretakan yang sudah ditambal ulang namun masih menyisakan retakan yang terlihat jelas.
Selain itu, fisik jembatan sebelumnya juga tidak dibongkar dan disambung dengan bangunan baru. Padahal, kondisi fisiknya sudah rusak sehingga dikhawatirkan kualitas jembatan tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk waktu lama.
Kepala Bidang Rehabilitasi/Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Dinas PU Deliserdang Herry Lubis dan Kepala Seksi Anwar B Harahap ketika ditemui Analisa, Selasa (21/6) di kantornya sedang tidak berada di tempat.
Beberapa staf di kantor yang dikonfirmasi Analisa juga mengaku tidak ada yang mengetahui keberadaan keduanya. Bahkan tatkala ditanyakan nomor kontak keduanya guna keperluan konfirmasi, staf-staf tersebut tidak mengetahui dan menyimpan nomor telepon seluler keduanya. (ak)
http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=99351:fki-1-minta-dinas-pu-evaluasi-kualitas-jembatan-baturata&catid=1043:23-juni-2011&Itemid=217
Sumber: 


Selasa, 21 Juni 2011

700 Umat Buddha Hadiri Dhamma Talk di Vihara Buddha Ramsi Delitua


Delitua, (Analisa)
Buddha Ramsi
Sekira 700 umat Buddha menghadiri acara Dhamma Talk yang disampaikan YM Luang Phor Jamnean Seelassettho dari Krabi Thailand di Vihara Buddha Ramsi Jalan Kebun Sayur, Delitua, Minggu (19/6) malam.
Sebelum Dhamma Talk dimulai Ketua Panitia Roland Tanpis menyampaikan laporannya yang mengatakan, tema Dhamma Talk kali ini "Membangun Kebijaksanaan dan Cinta Kasih Melalui Dhamma".
Dirinya mengucapkan terima kasih kepada YM Luang Phor Jamnean Seelassettho dan para Bhikkhu di mana kita ketahui jadwalnya cukup padat, tetapi beliau masih menyempatkan hadir untuk memberikan Dhamma Talk di Vihara Buddha Ramsi ini.
Dikatakannya, tujuan diselenggarakan kegiatan Dhamma Talk, agar umat Buddha lebih dalam dan bisa mempraktekkan dhammanya dalam kehidupan sehari sesuai dengan tema tadi.
Sedangkan, Pembimbing Agama Buddha Kantor Wilayah Kementerian Agama Provsu Ketut Supardi S. Ag MSi dalam sambutannya, menyambut baik diadakannya Dhamma Talk di Vihara Budhha Ramsi ini. Dan juga memberikan apresiasi yang tinggi kepada Yayasan Buddha Ramsi atas ide-ide untuk memberikan Dhamma Talk, apalagi yang pada malam ini acara Dhmma Talk dihadiri YM Luang Phor Jamnean Seelassettho.
Berkah yang Mulia
Dia mengungkapkan, bagi umat Buddha mendengarkan Dhamma merupakan berkah yang mulia. Karena kita bila semakin mendalami dan memahami tentang ajaran agama Buddha, dhama itu sendiri, maka akan terjadi perubahan mental yang tadi masih buram.
"Mudah-mudahan dengan mendengar dhamma nantinya kita semakin cerah dan cemerlang serta dapat mengembangkan cinta kasih dan kasih sayang di kehidupan sehari-hari," tandasnya.
Usai mememberikan kata sambutannya, Supardi membuka acara Dhamma Talk tersebut. Acara diawali dengan menyungguhkan tarian penyambutan oleh anak-anak Sekolah Minggu Buddhis Dhamma Mitta. Kemudian pembacaan doa pembuka. Selanjutnya ceramah Dhmma Talk yang disampaikan YM Luang Phor Jamnean Seelassettho.
Dalam Dhamma Talk itu, YM Luang Phor Jamnean Seelassettho menceritakan kehidupannya sejak usia 5 tahun telah mempratekkan dhamma dan bermeditasi yang diperolehnya dari ayahandanya. Hingga beliau usia 20 tahun, ditahbiskan sebagai Bhikkhu dalam tradisi Theravada.
Dalam dhammanya, beliau mengajarkan cinta kasih melalui ajaran Buddha Dhamma. Karena dengan cinta kasih itu dapat menolong dan memiliki manfaat yang luar biasa. "Kalau kita menjalankan itu dunia akan aman dan damani," ucapnya.
Hadir dalam kegiatan Dhamma Talk itu antara lain Bhikkhu Sangha dari Jakarta dan Bhikkhu dari Medan, MBI Sumut, Ketua Yayasan Vihara Buddha Ramsi Pandita Burhan, S. Ag, M.Si. (bara)
http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=99135:700-umat-buddha-hadiri-dhamma-talk-di-vihara-buddha-ramsi&catid=1041:21-juni-2011&Itemid=217
Sumber: 

Jumat, 17 Juni 2011

Minggu, Luang Phor Jamnean Seelassettho Bicara Dhamma di Vihara Buddha Ramsi


Medan, (Analisa)
YM Luang Phor Jamnean Seelassettho dari Krabi Thailand akan tampil pada acara Dhamma Talk yang digelar Pengurus Vihara Buddha Ramsi, Minggu (19/6) pukul 18.00 - 21.30 WIB di pelataran vihara tersebut Jalan Kebun Sayur No 13 Delitua.
Dhamma Talk bertema "Building Wisdom and Metta Dhamma atau Membangun Kebijaksanaan dan Cinta Kasih melalui Kebenaran" itu akan dihadiri sekitar 1000 umat Buddha.
Ketua Yayasan Vihara Buddha Ramsi, Pandita Burhan SAg, MSi didampingi Ketua Umum Pelaksana Kegiatan, Roland Tanpis dan Salim serta Gannudin/Gan Chin Huat kepada Analisa, Kamis (16/6) di Medan.
Pandita Burhan menjelaskan kegiatan itu bertujuan memberikan pencerahan kepada umat manusia tentang kebijaksanaan dan cinta kasih melalui ajaran Buddha Dhamma dan berdoa untuk keselamatan dan kebahagian bangsa Indonesia.
Kehadiran YM Luang Phor Jamnean Seelassetho di Vihara Buddha Ramsi adalah bagian dari roadshow keliling Indonesia mulai dari Jambi, Medan, Brastagi, Banda Aceh, Sabang, Tanggerang, Jakarata, Borobudur, Kediri, Surabaya, Makasar, Menado, Sorong dan Gorontalo.
Diceritakannya, YM Luangpor Jamnean Seelasettho berusia 75 tahun dan 54 vassa lahir di Provinsi Nakhonsridhumararth pada 1 Mei 1936 (2479 BE). Sejak usia 5 tahun, ayahandanya, Tuan Peth yang juga seorang pemenditasi handal mengajarkan Luangpor Jamnean Seelasettho untuk bermeditasi.
Gua Harimau
Di usia 20 tahun,ditahbis menjadi Bhikkhu dalam tradisi Theravada dan selama menjadi Bhikkhu, Luanpor dilatih meditasi Vipassana oleh Ajahn Dhammadaro di Wat Tow Kote. Setelah menjalankan Bikkhuan selama 17 tahun, Luanpor pindah ke sebuah desa kecil di Provinsi Surat Thani yang biasa disebut Ban Na San.
"Di sana beliau hanya sebentar belajar meditasi dan kemudian pindah ke Krabi Thailand Selatan dan disitulah dia menemukan Tum Sua/Gua Harimau. Tahun 1975, YM Luang Phor Jamnean Seelassettho kemudian mendirikan vihara dengan nama menakjubkan yakni Gua Harimau," ungkap Pandita Burhan.
YM Luang Phor Jamnean Seelassettho.lanjutnya dikenal di mancanegara sebagai "The Twelve of Buddhist Master for Teaching Meditation" karena setiap tahun rutin mengajarkan dhamma dan meditasi kepada kelompok buddhis seperti di California, Chicago,Malaysia, India, Myanmar, Singapura, Jerman dan Inggris. "Untuk kami mengimbau kepada umat Buddha untuk hadir guna suksesnya acara tersebut,"jelas Pandita Burhan.
Ditambahkannya, pada acara tersebut juga akan hadir Pembimbing Masyarakat Buddha Kanwil Kementerian Agama Provsu, Ketut Supardi, SAg, MSi, Ketua Majelis Buddhayana Indonesia Sumut, Oni Hendra Kusuma serta sejumlah tokoh Buddhis lainnya seperti Fadil Srinaga, Toni Tukimin, Gannudin/Gan Chin Huat, Tamin, Abok Simbai, Ayong Ekajaya, Sunario, Amrin Susilo Halim serta tiga Bhikkhu Sangha dari Jakarta dan beberapa Bhikkhu Sangha dari Medan. (twh)

Rabu, 15 Juni 2011

FABB Sumut Gelar Meditasi di Sibolangit

Sibolangit, (Analisa)
Forum Aktivis Buddhis Bersama (FABB) Sumut gelar kegiatan sepekan bersama dengan Bhante Vijaya Putta dari Jakarta. Bhante kelahiran Tanjung Leidong 17 Juni 1967 itu, mengawali wejangan dan meditasi di Vihara Adhi Dhrma Shanti di Jalan S Parman Gang Sawo Medan, Senin dan Selasa 13 dan Selasa 14 Juni, selanjutnya di Vihara Buddha Ramsi,
Kebun Sayur Delitua, Selasa14 dan Jumat 17 Juni serta di Vihara Dharma Aura Jalan Sunggal Gang Bakul, Kamis (16/7).
Ketua panitia Erica Winata Phenjaya didampingi Sekum FAAB Sumut, Yuvi Limbong menyebutkan, kegiatan puncak " Sepekan bersama Bhante Vijaya Putta" akan digelar di Green Hill Sibolangit Kabupaten Deli Serdang pada hari Sabtu 18 dan dan Minggu 19 Juni 2011.
Di acara puncak itu, diawali pembacaan doa bersama dan wejangan serta tanya jawab bersama Bhante Vijaya Putta, dilanjutkan dengan acara meditasi, seluruh peserta yang mendapat fasilitas menginap akan melakukan praktik meditasi yang dilengkapi dengan praktik Sila (Atthanga Sila/ Delapan Sila).
Menurut Erica dan Yuvi Limbong, tujuan acara ini, selain untuk mengenalkan meditasi kepada umat Buddha, juga mengajarkan bagaimana meditasi yang baik dan benar, membudayakan meditasi kepada masyarakat Buddhis sekaligus memberi tahu kepada masyarakat akan manfaat meditasi dalam kehidupan sehari hari ataupun berbagai hal lainnya seperti penyembuhan dari keluhan penyakit dan lainnya,.
"Sungguh sangat bermanfaat bagi para pesertanya yang mengikuti kegiatan ini sercara baik dan benar,’’ kata Yuvi Limbong.
Menurut Yuvi Limbong, untuk menutupi biaya peserta yang ditargetkan sebanyak 100 peserta, panitia mendapat bantuan dari sejumlah partisan dan para dermawan yang memiliki kepedulian untuk beramal dalam kegiatan ini..
"Kami memberikan kesempatan kepada para dermawan dan umat Buddhis untuk berbagi karma baik dengan berdana, yang akan disalurkan untuk bakti sosial (baksos) kepada warga pra sejahtera, yatim piatu, panti asuhan maupun aksi sosial masyarakat laiannya,’’ kata Yuvi Limbong. Titik kumpul peserta untuk berangkat ke Sibolangit, Sabtu (18/6) pukul 14.00 WIB dari Sekretariat FABB Sumut Jalan Sekip Baru Medan. (rel/abah)

Senin, 13 Juni 2011

Muspika Plus Delitua Gotongroyong Bersihkan Masjid dan Pasar


Delitua, (Analisa)
Muspika plus terdiri dari petugas personil TNI, Polri dan Kecamatan Delitua menggelar gotongroyong membersihkan masjid dan pasar Delitua selama dua hari, Jumat-Sabtu (10-11/6).
Dalam kegiatan gotong royong itu hadir Dan Ramil 15/DT Kapten Kavaleri T Hamdani ST, Camat Delitua Edy Yusuf, para lurah dan kepala desa setempat.
Menurut Camat Delitua Edy Yusuf kegiatan gotongroyong selain rutinitas yang dilakukan setiap Jumat juga menyambut HUT Kodam I BB yang ke 61 jatuh pada 20 Juni, HUT Bhayangkara ke 65 pada 1 Juli dan HUT Deli Serdang ke 65 pada 1 Juli.
Camat menambahkan kegiatan gotong royong tersebut juga untuk menambah keindahan dan kebersihan di wilayah kecamatan tersebut agar rapi, bersih, tertib dan tertata sehingga memperkecil terjadinya kesemrawutan.
Dalam kesempatan itu Dan Ramil 15/DT T Hamdani ST mengatakan dalam kegiatan gotongroyong itu, sebanyak 100 lebih personil diturunkan untuk membersihkan pekarangan Masjid Jami’Asysyakirin dan Pasar Delitua. Di antaranya terdiri dari puluhan personil Koramil 15/DT dan Yon Armed Delitua, 40 petugas kecamatan, 15 personil Polri dan sejumlah warga sekitar.
Kegiatan yang berlangsung selama dua hari tersebut dimulai sejak Jumat pukul 08.00 WIB hingga Sabtu (11/6) nantinya, dalam kegiatan ini juga membersihkan Pasar Delitua, menata para pedagang, membersihkan parit serta melakukan pengecatan mesjid Asysyakirin yang terdapat tidak jauh dari Pasar Delitua. (bara)
http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=98414:muspika-plus-delitua-gotongroyong-bersihkan-masjid-dan-pasar&catid=1033:13-juni-2011&Itemid=217
 Sumber: 

Kamis, 09 Juni 2011

Kanal Tak Berfungsi = Proyek Gagal?


Oleh : Irfan Alma
Dalam beberapa hari belakangan ini hujan deras terus mengguyur Kota Medan. Siang dan malam tiada henti. Dengan intensitas yang cukup tinggi dan volume yang cukup besar pula. Ditambah lagi dengan kencangnya tiupan angin yang menyertainya.
Tak ayal Kota Medan dalam sekejap tergenang banjir. Kawasan padat khususnya yang berada di dataran rendah kali ini nyaris seluruhnya terendam air. Rumah-rumah penduduk, gedung sekolah, rumah ibadah dan semua benda dalam sekejap tergerus oleh air yang berwarna kecoklatan yang datang dari hulu itu.
Empat buah sungai besar yang membelah kota Medan diberitakan meluap. Sungai Denai, Sungai Babura, Sungai Deli dan Sungai Belawan. Air sungai-sungai tersebut meluap dan naik hingga bahkan melewati batas jembatan di atasnya. Kala kejadian penduduk banyak yang tak sempat menyelamatkan barang-barangnya, terutama peralatan elektronik. Pukul tiga dini hari air memaksa mereka untuk bergegas menuju tempat yang aman. Selain berwarna keruh kecoklatan, arusnya juga sangat deras. Arus itu menerjang apa saja yang dilaluinya.
Harus diakui, banjir yang melanda Kota Medan belakangan ini sudah sangat besar melebihi banjir-banjir sebelumnya yang biasanya hanya bersifat langganan. Pada saat kejadian banjir (Kamis, 31/3), terkumpul data dari tiga tim yang dibentuk Walikota Medan, menyebutkan bahwa banjir besar kali ini merendam sedikitnya ribuan rumah yang berada di sebelas kecamatan di Kota Medan. Kecamatan Medan Tuntungan, Medan Selayang, Medan Polonia, Medan Baru, Medan Petisah, Medan Johor, Medan Barat, Medan Helvetia, Medan Maimun, Medan Labuhan dan Medan Belawan.
Bahkan sejumlah kawasan elit yang selama ini jarang tersentuh banjir, pun tidak luput dari amukan air bah. Air yang menggenangi kawasan Jalan Sudirman membuat rumah dinas walikota, rumah dinas gubernur Sumut dan rumah dinas Kapoldasu turut terendam.
Kawasan yang paling parah dilanda banjir kali ini adalah kawasan Medan Tuntungan dan Medan Sunggal. Banjir memaksa puluhan ribu penduduk Kota Medan mengungsi. Evakuasi dan tanggap pertolongan juga dilakukan oleh aparat pemerintahan. Polri, TNI, BASARNAS dan sejumlah relawan. Hal yang menjadi prioritas tentu saja anak-anak, manula dan perempuan.
Kanal Tak Berfungsi = Proyek Gagal?
Bila timbul sebuah pertanyaan, apa sebenarnya penyebab utama terjadinya banjir di Kota Medan? Tentu saja beragam argumen dari berbagai kalangan akan mengemuka. Dulu, pada saat Kota Medan dipimpin oleh walikota Abdillah telah dibangun sebuah kanal di pinggir kota yang konon anggarannya sampai menghabiskan dana sebanyak 600 Miliar lebih. Kalau anda menyempatkan waktu untuk berjalan-jalan ke Titi Kuning yang mengarah ke kawasan Delitua, disana terlihat betapa megahnya kanal yang dibangun itu. kedalamannya begitu curam sedangkan diatas permukaannya dibangun lagi semacam beton-beton penyang ga berukuran besar, mungkin untuk mengikis terjangan air yang datang dari arah gunung. Namun itulah, lain pemimpin lain pula argumen dan solusinya terhadap banjir.
Kanal itu kini terlihat sia-sia, terkesan mubazir karena tak berdampak apa-apa lagi bagi penanggulangan banjir. Ditumbuhi semak belukar disana-sini dan nampak tak terurus. Anggaran terbilang setengah triliun lebih itu terbuang percuma. Seandainya saja dana yang sekian itu diarahkan bagi pembangunan rumah-rumah bersubsidi bagi ribuan KK rakyat miskin, atau mungkin membeli bahan sembako bagi sekian puluh ribu rakyat susah, atau mungkin bisa saja untuk membiayai pembangunan ratusan sekolah gratis seratus persen bagi jutaan anak-anak jalanan dan korban sosial lainnya.
Meskipun pasca pembangunannya kala itu banyak pihak, khususnya LSM yang saling tuding bahwa proyek pembangunan kanal megah tersebut adalah tak lebih merupakan modus operandi korupsi cara baru ala penguasa daerah, namun anehnya teriakan itu kembali redup dan sirna di kemudian hari. Seolah terkesan secuil apriori kalangan tertentu itu bisa berubah dengan sendirinya. Ibarat cuaca yang telah tercemar Global Warming ini. Tentu semakin menjadi sebuah tontonan dengan kompleksitas kebingungannya bagi kita, ada apa dengan kondisi para LSM itu, ada apa dengan kondisi Kota Medan tercinta ini, dan ada apa dengan para pemimpin di kota ini. Pepatah lama mengatakan ada asap tentu sebab ada api.
Perang Argumen
Berbagai pendapat bermunculan mengenai penyebab banjir yang seolah tak pernah berhenti melanda Kota ini. Beberapa pakar, pengamat, politisi dan masyarakat memberikan wacananya sesuai dengan cara pandangnya masing-masing. Sudah tentu pula jawaban bervariasi yang akan bermunculan.
Pelaksana Tugas (Plt) Gubenur Sumatera Utara, Gatot Pujonogroho mengatakan, satu faktor penyebab banjir di Kota Medan adalah karena sungai yang melintasi Kota Medan sudah tidak mampu menampung debit air jika terjadi hujan deras dalam waktu lama.
Hal itu sangat beralasan, sebab sejak dulu hingga kini jumlah sungai di kota ini selalu tetap. Namun sayang, tamaknya sebagian manusia yang dengan sesuka hatinya mengubah alur, arus, kedalaman dan panjangnya sungai-sungai itu. Keserakahan para developer mampu memotong dan memindahkan sungai-sungai itu untuk kepentingan bisnis propertinya. Sungai yang dulunya berukuran besar ditimbun, terus dibelokkan sedemikian rupa ketempat lain. Kemudian diatasnya dibangun ruko-ruko berharga setengah miliar rupiah per unit. Tentu saja aksi sulap itu memainkan sedikit lobi. Kembali restu para petinggi diusahakan.
Setali tiga uang dengan pernyataan Plt. Gubsu, Walikota Medan Rahudman Harahap juga berpendapat sama. Banjir yang terjadi belakangan ini bukan semata-mata disebabkan oleh mampetnya saluran air dan drainase yang ada. Sebab miliaran rupiah dana APBD telah dikucurkan untuk itu. Namun polemik baru kemudian timbul, pabrik dan pembangunan perumahan yang berada di sekitar sungai diduga turut sebagai pemicu banjir besar yang terjadi di Medan, Selain itu, banjir besar tahun ini juga di sebabkan akibat pengalihan dan penyempitan sungai dalam pembangunan perumahan yang berada di sekitar sungai oleh pihak pengembang dan pabrik.
Malah walikota berpendapat agar sebaiknya perumahan-perumahan penduduk yang tumbuh di sepanjang pinggiran aliran sungai itu selama ini direlokasi, sudi menerima konsep pembangunan Rusunwa sebagai alternatif jalan keluar terakhir. Alasannya cukup jelas dan bijak, untuk melindungi keselamatan dan kesejahteraan penduduk tersebut. Selama ini kecemasan yang tiada henti mereka rasakan kala memasuki musim penghujan dan merebaknya berbagai wabah penyakit.
Masih ingat bangunan berlantai empat milik Akademi Kebidanan (Akbid) Senior yang rubuh dan rata dengan tanah pada 4 April yang lalu? Bangunan itu berdiri di areal hijau, daerah larangan bangun sebab berada di pinggir sungai. Sebenarnya belum tentu bangunan itu dibangun dengan konstruksi rapuh dan labil. Apalagi korupsi pengadaan materil. Yayasan tersebut mem bangun gedung asrama kalau bisa tentu dengan bestek yang paling kokoh dan tahan hingga puluhan tahun. Namun itu tadi, tekanan demi tekanan air yang datang dari hulu terus berusaha mencari alur alamiahnya. Akhirnya pondasi kokoh bangunan itupun ambrol.
Solusi Nyata
Diperlukan sebuah konsep jelas dan terarah untuk mengatasi banjir di kota ini. Sebagai pelaksananya tentu saja peran seluruh stake holder secara berkesinambungan sangat diharapkan. Aparat pemerintah dan setiap elemen masyarakat harus mulai bahu membahu bekerja sama. Bukan lagi sekedar selembar poster atau spanduk berisi himbauan yang ditempelkan, namun lebih dari itu sebuah peran nyata sebagai sumbangsih ikut serta mengantisipasi, mencegah dan menanggapinya. Ironi memang namun tak bisa dipungkiri. Masalah banjir merupakan masalah pokok yang pasti ada di setiap kota besar di negeri ini. Termasuk DKI Jakarta dan Kota Surabaya. Mungkin andaikata seluruh penduduk di kota ini mau dan turut merasa memiliki kota Medan ini. Sudah pasti semua akan merawat dan menjaganya. Termasuk menjaga agar tidak lagi dilanda banjir. Semoga. ***
Penulis adalah peminat masalah lingkungan dan sosial
Sumber: analisadaily

Rabu, 08 Juni 2011


Medan, (Analisa)
Pussis-Unimed bersama anggota DPRD serta utusan Pemkab Deli Serdang melakukan peninjauan terhadap situs Benteng Putri Hijau (BPH) Situs Benteng Putri Hijau di dusun-I Desa Delitua Kecamatan Namurambe, Deli Serdang yang dirusak, Senin (6/6).
Kepala Pussis-Unimed Dr. Phil Ichwan Azhari kepada wartawan, sangat menyambut baik apresiasi Pemkab Deli Serdang terutama dengan turunnya beberapa anggota DPRD yang hadir di lokasi.
Begitupun, Ichwan mengharapkan kunjugan tersebut bukan sekedar retorika belaka, ataupun menjadikan peruntuhan tersebut sebagai wacana politik. Kami sangat berharap dan menegaskan bahwa, 15 meter dari badan benteng mesti diselamatkan oleh Pemkab Deli Serdang dengan cara mengganti ruginya. Kemudian aktifitas pada ruas benteng selebar 15 meter kali 160 Meter tersebut harus dibebaskan dari aktivitas pembangunan rumah.
Ichwan juga menambahkan bahwa badan benteng yang sudah terlanjur diruntuhkan tidak boleh dibangun kembali tanpa seizing arkeolog.
Mesti Dihentikan
Anggota DPRD Syafaruddin Rosa mengatakan, pengrusakan benteng Putri Hijau mesti dihentikan. Oleh karena itu pihaknya dalam waktu dekat akan melakukan rapat untuk membahas persoalan tersebut. Disampaikannya, DPRD Deli Serdang akan mengundang seluruh stakeholder terkait seperti dari sejarahwan, arkeolog, pemilik tanah, pengembang dan pemerintah setempat. "Untuk sementara waktu, developer dianggap bersalah karena disamping telah merusak situs sejarah yang sudah diteliti pada dua tahun silam, juga karena tidak memiliki IMB," tegasnya.
Sementara menurut investigasi Pussis-Unimed diketahui bahwa, pemilik tanah seluas 1,8 Hektar tersebut adalah Surya Ginting yang sejak tahun 2010 telah diratakan untuk kavlingan. Namun, pada akhirnya bekerjasama dengan pengembang yakni CV. BPP untuk melakukan pembangunan rumah, jelas peneliti Pussis-Unimed Errond Damanik.
Adapun tim yang turut serta dalam peninjauan tersebut adalah Robinson Sembiring, Syafaruddin Rosa, Noto Susilo, A. Budi (keempatnya dari Anggota DPRD komisi C dan D), Hendra Wijaya (Camat Namurambe), Adi Darma Barus (Kepala Desa Delitua), Ita Ginting (Sora Sirullo) dan beberapa orang dari Yayasan Pusaka Indonesia. (rmd)
Sumber: analisadaily

Selasa, 07 Juni 2011

Terkait Perusakan Situs Putri Hijau Jilid II, Dr McKinnon Surati Direktur Peninggalan Kementerian dan Pariwisata


Medan, (Analisa)
Arkeolog berkebangsaan Inggris, Dr EE McKinnon FRAS FSAS menyampaikan keprihatinannya dengan perusakan Benteng Putri Hijau (BPH) Delitua dan melaporkan persoalan itu kepada pejabat terkait di Jakarta.
Kinnon yang sejak 1972 telah melakukan penelitian di situs Benteng Putri Hijau Delitua, begitu mengetahui perusakan situs BPH jilid-II yang berada di dusun 11 Desa Delitua Namurambe segera menyurati Yunus Satrio Atmadja (Direktur Peninggalan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata) dan Tony Djubiantono (Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional) via email.
"Kami menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya dengan kepedulian ini dan diharapkan akan mendapat respon positif dari instansi terkait," ungkap peneliti Pusat Studi Sejarah dan Ilmu Sosial (Pussis-Unimed) Errond Damanik kepada wartawan di ruang kerjanya Jalan Willem Iskander Medan Estate, Senin (6/6).
Dalam suratnya yang juga dikirimkan ke Pussis-Unimed itu, Ed sapaan akrab McKinnon mengirimkan beberapa foto yang dipetik pada tanggal 1 Juni 2011 terkait perusakan situs Benteng Putri Hijau. Arkeolog yang mengabdikan diri pada penyelidikan arkeologi di Sumatera sejak 1970 itu menyebut bahwa kerusakan yang terjadi di BPH Namu Nambe, Deli Serdang dilakukan kontraktor perumahan MD, yakni CV PP.
Ed menyebutkan bahwa kerusakan ini baru diketahui pada Rabu (1/6), pada waktu tim PUSSIS Unimed bersama-sama mengunjungi situs tersebut.
Menurut masyarakat setempat, kerusakan benteng ini telah terjadi sekitar sebulan lalu. K/l 200-300 m benteng tanah sebelah Utara telah dibuang ke sawah (habis-habisan) dan k/l 300 m benteng sebelah barat dikerok, dirusak berat. Tanah lapis asli dapat dilihat pada sisa benteng yang masih ada.
Pada areal yang telah diratakan untuk bangunan rumah oleh buldozer itu (400x300 m), sudah bisa nampak beberapa lokasi di mana ada tanah hitam yang mengandung pecahan keramik termasuk yang dari masa Dinasti Yuan (1279-1368).
Ekskavasi Darurat
Karena itu, kami anjurkan agar supaya ada ekskavasi darurat oleh Balai Medan di lokasi ini agar kita bisa menentukan masa okupasi dari bagian situs ini. Lokasi yang sangat penting ini perlu dilindungi segera. "Walaupun laporan BP3 telah disampaikan ke Budpar Deli Serdang sekitar dua tahun lalu, namun surat tentang status BPH sebagai Cagar Budaya nampaknya belum keluar," ungkap Errond mengutip pernyataan Edmund Edwards McKinnon dalam suratnya.
Erond Damanik lebih lanjut mengemukakan, bahwa benar Ed bersama dengan Pussis-Unimed mengunjungi Benteng Putri Hijau pada 1 Juni 2011 silam dan menjumpai benteng tersebut telah dibuldozer. Benteng yang mengalami perusakan tersebut terletak di Dusun 11 Desa Deli Tua Namurambe.
Senada dengan McKinnon, kepala Pussis-Unimed yakni Ichwan Azhari sangat menyesali dan mengutuk tindakan barbar terhadap perusakan situs BPH itu. Ia mengatakan, seandainya sejak dua tahun lalu Pemkab Deli Serdang menindaklanjuti rekomendasi dua penelitian dua tahun silam yakni mengeluarkan surat ketatapan sebagai Cagar Budaya, maka perusakan jilid II ini tidak akan terjadi. (rmd)
Sumber; analisadaily

Guru SMA di Delitua ikuti pameran di Taman Budaya Sumatera Utara Medan

Oleh : Dr. Agus Priyatno, M.Sn
Pameran bertajuk "Rupa-Rupa Seni Rupa" memajang 27 lukisan karya pelukis Medan dan sekitarnya. Pameran diselenggarakan 28 Mei-1 Juni 2011 di Taman Budaya Sumatera Utara Medan, Kegiatan ini disponsori oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara. Peserta pameran,
sejumlah pelukis profesional. Mereka yaitu Alwan Sanrio, Achy Askwana, Bambang Triyogo, Farida Lisa Purba, Hidayat, Togu Sinambela, Panji Sutrisno, Wan Saad, Winarto Kartupat, dan Jonson Pasaribu.
Secara teknis karya yang dipamerkan berkualitas, tema-tema yang disampaikan juga cukup menarik. Panji Sutrisno memamerkan sejumlah lukisan realis bertema kehidupan nelayan Pantai Belawan. Tema-tema lukisan yang ditekuni selama ini, dikarenakan pelukis realis ini sangat akrab dengan kehidupan para nelayan, suatu daerah yang sangat dekat dengan kehidupannya. Tema-tema lukisannya selalu mengangkat hal-hal yang ada di sekitar hidupnya. Panji Sutrisno tampak realistis dalam berkesenian, seperti lukisannya yang realistik. Dia tidak ingin menciptakan karya yang di luar realitas hidup.
Bambang Triyogo menampilkan keindahan bunga dan binatang peliharaan, seperti sepasang ayam dengan anak-anaknya. Karya-karyanya menunjukkan kualitas teknis akademis, meskipun dia belajar melukis secara otodidak. Tema-tema lukisan yang disampaikan melalui lukisan-lukisannya antara lain keindahan pemandangan, bunga, alam benda dan aktivitas hidup manusia, seperti petani menanam padi yang dia saksikan di sekitar lingkungan hidupnya. Tidak jauh berbeda dengan karya Bambang Triyogo, pelukis Wan Saad. Karya-karyanya banyak mengungkapkan keindahan flora dan fauna.
Alwan Sanrio dan Hidayat, pelukis muda yang sudah menunjukkan kualitas teknis melukis bagus. Kemampuan melukiskan figur manusia sangat mendukung tema-tema realisme yang disampaikan. Kedua pelukis ini meskipun belajar melukis secara otodidak, tidak melalui pendidikan formal dari perguruan tinggi seni, mampu menguasai teknik melukis akademis. Mereka memahami teknik pewarnaan, komposisi dan membuat pusat perhatian lukisan. Mereka juga menguasai teknik melukis efektif dan efisien. Mereka belajar dari pengalaman sendiri dan juga dari para pelukis yang lebih senior dan mapan di lingkungan Sanggar Rowo, Sindar, dan Payung Teduh. Kedua pelukis mempunyai keunggulan melukiskan wajah manusia secara tepat dengan warna menarik.
Winarto Kartupat menampilkan sejumlah karya seni rupa dengan media pasir. Karya-karyanya barangkali sulit untuk dikategorikan sebagai lukisan, lebih tepat kalau dikategorikan sebagai karya senirupa dua dimensi. Tekstur nyata dan unsur relief menjadi aspek utama pada karya-karyanya. Unsur warna cenderung monokrom namun secara keseluruhan justru menjadi daya tarik setiap karya yang diciptakannya. Komposisi geometrik dan kaligrafi Arab digabungkan menjadi karya seni unik dan menawan. Figur-figur binatang kadang juga muncul, seperti kupu-kupu, cicak dan ikan.
Jonson Pasaribu dan Togu Sinambela selama ini cenderung melukis surealis. Lukisan yang ditampilkan cukup unik. Karya Jonson berjudul "To Love You More" berupa bentuk hati dengan tulisan-tulisan tentang cinta di permukaannya. Karya Togu berupa wanita duduk dengan latarbelakang pegunungan, mengesankan kedamaian sekaligus kesepian. Karya mereka secara teknik kuat.
Farida Lisa Purba melukiskan tanaman dan bebatuan, objek yang ada disekitar kehidupan kita. Lukisannya cenderung naturalis. Kemampuan teknisnya cukup bagus. Pelukis Achy Askwana yang juga berprofesi sebagai guru senirupa di SMA Negeri Delitua menampilkan lukisan abstrak. Karyanya berupa komposisi bidang bersilang dengan dominasi warna biru dan ungu.
Pameran Sepi Pengunjung
Pameran "Rupa-Rupa Seni Rupa" meskipun menampilkan karya-karya menarik dari para seniman profesional Medan dan sekitarnya, tidak banyak dikunjungi dan disaksikan oleh masyarakat di daerah ini. Pameran semarak pada saat pembukaan, selebihnya lengang tidak banyak dikunjungi orang. Kondisi ini selalu terjadi dalam pameran senirupa yang diselenggarakan oleh Taman Budaya Sumatara Utara. Padahal pameran ini bisa menjadi sarana rekreasi bagi pengunjung dan dimanfaatkan untuk tujuan pariwisata.
Keterbatasan publikasi dan kondisi ruang pameran yang kurang representatif barangkali menjadi sebab tidak banyaknya pengunjung di pameran ini. Publikasi sangat terbatas menyebabkan tidak banyak masyarakat yang tahu adanya pameran ini. Ruang pameran kurang representatif menyebabkan masyarakat yang sudah tahu adanya pameran enggan berkunjung, karena ruang pameran dianggap kurang nyaman dan menyenangkan untuk dikunjungi.
Tidak ada salahnya TBSU Medan membuat publikasi di radio atau media cetak setiap kali menyelenggarakan pameran. Selain itu juga memperluas dan memperbaiki gedung pameran supaya lebih menarik dan menarik minat pengunjung. Hal ini dapat meningkatkan jumlah pengunjung ke pameran.
Pelukis sudah berkarya dengan baik, lukisan yang mereka ciptakan juga menunjukkan kualitas terbaik. Sangat disayangkan jika pameran diselenggarakan sekedar formalitas memenuhi agenda kegiatan tahunan, tidak diupayakan sebagai kegiatan yang berdampak luas dan menarik kunjungan masyarakat banyak.
Katalog Kurang Menarik
Selama ini katalog pameran masih dianggap sebagai pelengkap pameran yang tidak dianggap penting. Padahal katalog pameran memiliki peranan sebagai sarana promosi dan dokumentasi. Katalog pameran juga menaikkan citra dan gengsi lukisan serta pelukisnya jika dicetak bagus. Sangat disayangkan, katalog pameran "Rupa-Rupa Seni Rupa" tidak dicetak memenuhi katalog pameran yang baik. Katalog pameran dicetak berukuran buku saku, tidak ada data karya dan biodata pelukis yang lengkap, terkesan data dimuat sekadarnya. Pemuatan peserta pameran dan karyanya dalam katalog juga tidak diurutkan secara alfabetikal. Hal ini menyulitkan pelacakan terhadap data peserta.
Katalog sebagai ujung tombak promosi pameran sekaligus sebagai dokumentasi, untuk memperkenalkan lukisan sekaligus pelukisnya. Katalog pameran memuat data karya dan pelukis secara alfabetik. Katalog pameran merupakan dokumen berharga bagi pelukis, akademisi dan masyarakat. Bagi pelukis, katalog yang baik mengangkat citra berkesenian mereka juga karya mereka. Katalog juga dapat menjadi kenangan pameran seumur hidup. Bisa dibayangkan, jika katalog pameran sangat sederhana berupa fotokopi buram, alangkah buruknya citra pameran. Bagi akademisi, katalog pameran menyimpan dokumen yang penting sebagai bahan penelitian. Bagi masyarakat, katalog pameran memberikan informasi yang mudah dimengerti dan dipahami tentang suatu aktivitas seni. Katalog yang baik dapat disimpan di perpustakaan karena menyimpan data-data karya seni para seniman profesional. Kelak dapat berguna bagi suatu penelitan lintas bidang.
Mengacu pada standard cetak majalah ilmiah internasional, maka standard katalog yang baik memenuhi beberapa hal. Standard katalog yang baik, dicetak pada kertas berukuran A4, berat 80 gram. Halaman muka dicetak dengan kertas tebal berwarna. Setiap halaman memuat foto karya (berwarna) disertai data karya seperti tahun pembuatan, judul, bahan, ukuran dan nama pelukis penciptanya. Selain itu terdapat konsep penciptaan setiap pelukis, ada pendapat pelukis yang mewakili peserta pameran, ada pengantar dari penyelenggara pameran dan ada uraian tentang tema pameran dari kurator. Karya peserta pameran pada katalog dimuat berurutan secara alfabetikal berdasarkan nama pelukisnya. Pemuatan nama peserta dan karyanya dibuat berurutan secara alfabetikal sangat penting, karena mempermudah pelacakan data jika diperlukan dalam penelitian. Katalog pameran "Rupa-Rupa Seni Rupa" tidak menarik, tidak berkualitas, sehingga penyelenggaraan pameran menjadi terasa kurang profesional dan asal-asalan.
Idealnya Sebuah Pameran
Pameran lukisan yang ideal diselenggarakan secara baik dengan mempertimbangkan beberapa aspek manajerial. Hal ini meliputi aspek pemilihan karya sesuai dengan tema pameran, aspek publikasi, seremoni dan aspek dokumentasi. Aspek-aspek ini biasanya dikenal dengan istilah aspek kuratorial dalam pameran senirupa.
Manajemen seleksi atau pemilihan karya untuk memastikan, karya yang dipamerkan sesuai tema pameran. Selain itu juga memastikan, karya yang dipamerkan berkualitas dan menarik bagi masyarakat, hal ini sudah dipenuhi oleh para pelukis dalam pameran "Rupa-Rupa Seni Rupa". Publikasi luas dalam jangka waktu tertentu melalui televisi, radio dan media cetak. Hal ini belum dilakukan dalam pameran yang diselenggarakan oleh TBSU Medan. Publlikasi sangat terbatas menyebabkan masyarakat kurang mengenal kegiatan pameran.
Idealnya sebuah pameran seni rupa mencetak katalog berkualitas dalam jumlah memadai, hal ini juga tidak dilakukan dalam pameran ini. Adanya katalog bagus dicetak dalam jumlah banyak, minimal 1.000 eksemplar, memberi banyak dampak bagi sebuah pameran. Katalog menjadi bukti dokumentasi aktivitas pameran sekaligus meningkatkan citra pameran.
Semakin banyak katalog semakin banyak masyarakat yang bisa mengakses informasi pameran. Selain itu, pameran dapat dijadikan agenda pariwisata. Wisatawan lokal maupun mancanegara diarahkan untuk mengunjungi pameran. Semoga ke depan pameran lukisan di TBSU Medan bisa diselenggarakan lebih profesional dan tujuan pameran tercapai. Pameran lukisan bukan sekedar memajang lukisan pada sebuah dinding.
Penulis; dosen pendidikan seni rupa FBS Unimed
Sumber: analisadaily

Jumat, 03 Juni 2011

Benteng Putri Hijau Diruntuhkan, Sejarahwan Akan Class Action


Medan, (Analisa)
Kalangan sejarahwan memprotes keras tindakan pengembang yang membuldozer kawasan Benteng Putri Hijau Delitua rata dengan tanah.
Kami akan segera melakukan class action dan akan melaporkan Bupati Deli Serdang ke polisi karena secara nyata telah melanggar UU Nomor 11 tentang Cagar Budaya.
"Terkait persoalan ini, beberapa pengacara telah menyampaikan kesediaannya untuk membantu,"kata Kepala Pussis-Unimed Dr. Phil Ichwan Azhari kepada wartawan di Medan, Kamis (2/6).
Dijelaskan Ichwan, Pussis-Unimed pada tanggal 1 Juni 2011 mengunjungi Benteng Putri Hijau bersama Dr. Edward McKinnon (arkeolog Inggris konsultan arkeologi Pussis-Unimed).
Dari peninjauan itu, tampak bahwa badan benteng di dusun 11 desa Delitua telah diratakan dengan buldozer. Ditempat yang diratakan tersebut terdapat gundukan batu dan pasir yang akan digunakan dalam rangka membangun perumahan.
Juga patok-patok untuk batas untuk pendirian rumah telah ditancapkan. Badan benteng yang diratakan tersebut sepanjang 150-200 meter disebelah selatan dusun 11dan sebelah utara telah diratakan dengan lahan persawahan.
Padahal, terang Ichwan Azhari yang didampingi peneliti Pussis-Unimed Erron Damanik benteng ini merupakan pertahanan militer yang memanfaatkan kontur tanah dengan kearifan lokal masyarakat Aru pada abad ke-16-17 Masehi.
Pemkab Tidak Serius
Menurut Ichwan Azhari, tindakan pengembang juga menunjukkan ketidakseriusan Pemkab Deli Serdang dalam pelestarian dan penyelamatan Situs Sejarah yang sangat penting terutama bagi orang Melayu dan Karo tersebut.
Patut dipertanyakan juga, mengapa izin mendirikan bangunan di situs sejarah kembali dikeluarkan oleh Pemkab Deli Serdang yang berdasarkan hasil penelitian, situs tersebut sudah jelas-jelas dinyatakan sebagai situs sejarah yang wajib dilindungi.
Anehnya lagi, ungkap Ichwan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Deli Serdang yang menggagas penelitian 2 tahun silam dan jelas sekali mengetahui bahwa Benteng Putri Hijau Delitua adalah situs sejarah yang wajib dilindungi.
"Mereka pasti mengetahui bahwa Benteng Putri Hijau telah dinyatakan sebagai situs sejarah dan laporan penelitian ada pada mereka," imbuhnya.
Fakta menyakitkan ini, tegasnya menunjukkan ketidakseriusan Pemkab Deli Serdang yang menerbitkan izin pembangunan perumahan diatas lahan situs tersebut.
Jelas sekali tidak ada kordinasi antar instansi dan antar dinas di Deli Serdang terbukti dengan keluarnya izin mendirikan rumah di lahan situs yang jelas sekali bertentangan dengan UU No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, ujar Ichwan.
Pengrusakan terhadap situs sejarah ini mengindikasikan bahwa pemerintah tidak peduli terhadap perlindungan kawasan-kawasan yang penting untuk dilindungi. Jika memang pemerintah menaruh apresiasi terhadap penyelamatan situs, maka pembuldozeran kembali situs Benteng Putri Hijau tidak perlu terjadi lagi, kata Ichwan.
Sementara itu, Edward McKinnon yang juga turut serta dalam rombongan tersebut memperlihatkan kekecewaannya terhadap benteng yang lagi-lagi harus menerima perlakukan tidak manusiawi itu. ‘Mengapa benteng yang begitu memiliki nilai sejarah ini harus di buldozer?’, ucap Mc Kinnon bertanya.
Arkeolog berkebangsaan Inggris itu mengemukakan bahwa hasil penelitian sudah jelas merekomendasikan bahwa Benteng Putri Hijau wajib dilindungi, dan pengrusakan terhadap benteng ini memperlihatkan bahwa pemerintah Indonesia khususnya Deli Serdang menunjukkan perhatian minim terhadap pelestarian situs sejarah. "Ini akan membuat citra pemerintah semakin jelek" ucap Mc Kinnon.
Sebagaimana diketahui bahwa, McKinnon merupakan arkeolog yang pertama sekali meneliti tentang Benteng Putri Hijau dan diikuti kemudian oleh John Norman Miksic pada tahun 190-an. (rmd)
Sumber: analisadaily