Minggu, 23 Januari 2011

Kanal yang terletak di Delitua harus dibenahi.


Oleh: Adelina Savitri Lubis

DIREKTUR Wahana Lingkungan Hidup Sumatera Utara (Walhi Sumut), Syahrul Sagala, menuturkan, secara geografis Kelurahan Kampung Baru dan Kelurahan Sungai Mati terletak di Kecamatan Medan Maimun.

Sebelah barat bersebelahan dengan Bandara Polonia (Kelurahan Suka Damai), dan sebelah timur besebelahan dengan Kelurahan Sitirejo serta Pasar Merah Darat. Kumuh, Padat, dan tanpa sanitasi yang baik adalah gambaran tersendiri dari pemukiman masyarakat Kelurahan Sungai Mati dan Kampung Baru.

Memiliki luas daerah yang hanya mencapai 1,50 km kedua kelurahan tersebut didiami oleh 27293 jiwa. Miskin dan tanpa pendidikan yang memadai merupakan gambaran lain dari kehidupan masyarakat Sungai Mati dan Kampung Baru. Dari segi pendidikan mayoritas masyarakat Sungai Mati dan Kampung Baru hanya tamat Sekolah Menengah Pertama, dan wajar saja jika mayoritas dari mereka bekerja disektor informal; Pengemudi Becak, Buruh Bangunan, Pedagang Kaki Lima, Kerajinan Rumah Tangga, Sopir Bajai, Tukang Kayu dan lain sebagainya.

Faktanya, banyak kalangan telah mengingatkan Pemerintah Provinsi Sumut maupun Pemko Medan, pelurusan Sungai Deli selain merusak ekosistem juga telah merugikan masyarakat yang tinggal di lokasi proyek, apalagi perlurusan tersebut berkaitan dengan rencana pembangunan Centrasl Business Districk dan Real Estate (super Block Medan Project).

Diungkapkan Syahrul, Robert J Kodoatie, seorang pakar pengairan Universitas Diponegoro dalam satu acara seminar yang diadakan di Medan mengatakan bahwa penimbunan DAS (Daerah Aliran Sungai) dan pelurusan sungai merusak lingkungan dan menganggu ekosistem. Jika hal ini diabaikan bukan tidak mungkin kota Medan akan mengalami banjir dengan frekuensi yang lebih besar, dan telah banyak contoh kasus yang membutikan hal tersebut.

"Pasalnya sungai hanya mampu menampung air 2-4 kali dan DAS menampung 35 kali oleh karenanya DAS dan sungainya jangan dirusak," katanya kepada Analisa.

Menurut hemat Syahrul, DAS justru harus dipersiapkan untuk menahan air, bukan malah ditimbun dan diluruskan serta menjadikan areal tesebut sebagai pusat business dan perumahan mewah.

"Tuhan telah menciptkan sungai dengan berbelok-belok dan terdapat DAS tentu ada manfaatnya," sahut Syahrul.

Setidaknya berdasarkan catatatan Walhi Sumut, sebanyak 32 industri yang beroperasi dan memanfaatkan media air sungai deli untuk membuang limbah B1 dan B3, jenis limbah yang di buang dari berbagi jenis indutri. Adapun spesifikasi limbah dari tiap industri, diungkapkan Syahrul, yakni, pertama, industri plywood; limbah cair (fenol, amonia, asam resin, dan padatan tersuspensi). Kedua, industri perkebunan (sawit); limbah cair - pada tahap sterilisasi (15 persen jumlah limbah cair) dan penjernihan (75 persen jumlah limbah cair) adalah sumber utama air limbah.

"Kilang minyak sawit adalah limbah berkekuatan tinggi," bilangnya.

Parahnya, limbah kilang sawit mengandung Crum Rubber, asam formiat atau sulfur yang digunakan untuk penggumpalan lateks. Kadar nitrogen ammonia. Biasanya tinggi karena digunakan untuk pengawetan lateks. Buangan lainnya mengandung banyak bakteri indiaktif seperti bakteri E. coli dan streptococcus.

Pada 2007 lalu, Walhi Sumut, LBH Medan, Pusaka Indonesia, Kontras dan YLL, melakukan gugatan menuntut Pemko medan, gubernur, atas izin yang dikeluarkan untuk real astate dan meluruskan sungai deli di kawasan multatuli. Proses gugatan yang dilakukan oleh Walhi Sumut saat ini menunggu putusan dari pengadilan tinggi, setelah Walhi Sumut melakukan banding pada pengadilan negeri.

Idealnya, jelas Syahrul, meskipun sebuah perusahaan telah mengantongi izin usaha, perusahaan tetap harus melakukan analisis atau studi mengenai dampak lingkungan (amdal). Terkait pengurusan sungai, Syahrul mengungkapkan, ini merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintahan kabupaten mau pun provinsi.

Agaknya pemerintah masih ragu menindak tegas perusahaan pencemar lingkungan karena dikhawatirkan berdampak pada tutupnya industri yang bisa menimbulkan dampak negatif bagi pekerja, penerimaan pajak dan devisa.

Amdal sendiri, dijelaskan Syahrul merupakan kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambil keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan. Dalam pengelolaan lingkungan hidup, Amdal berperan untuk mengetahui sejak awal dampak positif dan negatif akibat kegiatan proyek hingga memberikan informasi dan data bagi perencanaan pembangunan suatu wilayah.

Pencemaran ini mengakibatkan sejumlah perairan sungai tidak lagi bisa dikonsumsi hingga tak bisa digunakan meski hanya untuk mandi. Pasalnya, tingkat Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD) dan PH melampaui baku mutu yang ditetapkan. Padahal berdasarkan acuan Keputusan Menteri Kesehatan nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 menyebutkan, tingkat keasaman air (PH) harus antara 6,5 hingga 8,5. Nilai ini sama dengan yang telah ditetatapkan oleh badan kesehatan dunia WHO (World Health Organization). Bila BOD dan COD sudah melampui baku mutu akan menyebabkan matinya ikan, biota air dan mikro-mikro organisme karena ketiadaan oksigen. Kalau kondisinya sudah begini, rakyat yang menjadi korban dan berujung kemiskinan, karena mau mendapatkan air bersih harus beli, mencari ikan di sungai pun tak bisa lagi.

penataan ulang

Setidaknya anggota DPD RI, Parlindungan Purba akan membawa persoalanan sungai ini ke rapat Paripurna pada 12 Januari 2011 mendatang di Jakarta. Diungkapkan Parlindungan, dari semua itu yang paling penting adalah upaya pencegahannya. Saat ini Parlindungan sudah mengkomunikasikan permasalahan ini pada Kementrian PU.

"Mereka akan langsung turun ke Medan untuk melihat permasalahan sungai ini," katanya kepada Analisa.

Adapun gagasan-gagasan yang diemban Parlindungan bersama Kementrian PU, sebut saja, pertama melakukan kembali gerakan menanam pohon bersama di pinggir sungai. Apalagi seperti yang diketahui bersama, persoalanan luapan air sungai (banjir) berasal dari persoalanan di hulu sungai.

Kedua, diungkapkan Parlindungan, masalah penataan sungai Deli dan sungai Babura itu harus memiliki satu badan yang mengurusi hal ini. Pasalnya, kedua sungai ini terkendala wilayah kepemilikan.

"Kalau kabupaten kota, tapi batasanya tidak jelas. Jadi siapa yang mau mengurusi ini?" bilangnya.

Meskipun ada badan khusus dibawah dari Dinas Pengairan Sumut, sambung Parlindungan, nyatanya mereka tidak mampu untuk mengurusi kedua sungai ini. Dalam hal ini, Parlindungan meminta agar pemerintah menata ulang penanganan sungai-sungai yang ada di Sumut. Termasuk persoalanan limbah, disampaikan Parlindungan, limbah harus dikelola dengan baik, dan adanya pemberlakuan Undang-Undang yang tegas.

"Sebulan yang lalu saya pergi ke Malang, Jawa Timur. Menariknya disana ada badan khusus dibawah pemerintahan pusat yang menangani sebuah sungai. Apakah bencananya, apakah penataannya, pencemarannya," ujarnya.

Hemat Parlindungan, setidaknya pemerintahan dapat meninjau ke Malang terkait persoalanan yang dialami sungai Deli dan sungai Babura.

"Kalau dibiarkan lama-lama bisa gawat Sumut ini bah," sahut Parlindungan.

Terlepas dari itu, dalam menangani persoalanan pada kedua sungai tersebut, Parlindungan berpendapat, Kanal yang terletak di Delitua sepatutnya harus dibuka dan dibenahi.
Sumber: analisadaily

Tidak ada komentar: