Kamis, 29 Juli 2010

Pelukis Hardiman Wisesa kelahiran Delitua dalam karya Pesona Danau Toba

Oleh : Dr. Agus Priyatno, M.Sn

Pesona Danau Toba tiada habisnya, jika dilihat dari perbukitan Tele atau dari Lembah Bakara, semua menawarkan keindahan tiada tara. Bahkan ketika kita melihatnya dari dekat, menelusuri perkampungan yang mengitarinya. Ada rumah tradisional, angsa, teratai, ikan-ikan berenang, semua terpadu dalam harmoni alam yang sempurna.

Keindahan Danau Toba sepanjang masa. Saat matahari terbit hingga matahari tenggelam dan saat matahari tenggelam, hingga matahari terbit kembali. Panorama langit penuh nuansa warna tembaga, saat wajar menyingsing atau saat matahari tenggelam di cakrawala. Warna-warna membias terpantul dari air danau jernih bercahaya. Perahu-perahu kecil menghidupkan suasana. Panorama berubah menjadi warna-warna biru dan awan putih siang harinya, terpantulkan oleh air danau bagaikan kemilau kristal dan mutiara. Malam hari, keindahan lampu-lampu di seputar Danau Toba bagikan kunang-kunang terbang di angkasa. Apalagi jika bulan purnama, keindahannya sempurna.

Pesona Danau Toba dan sekitarnya memberi inspirasi para pelukis Medan, untuk mengabadikan keindahannya. Pelukis Hardiman Wisesa, Didi Prihadi, Bambang Triyogo, Agus Opung dan Wan Saad melukiskannya. Mereka pelukis profesional komunitas Sanggar Rowo yang didirikan oleh Muhammad Yatim Mustafa. Pesona Danau Toba semakin tampak indah di atas kanvas mereka.

Keindahan Panorama Danau Toba dalam Lukisan

Pelukis profesional memilih objek paling indah, untuk dilukiskan. Ketika akan melukis, pelukis biasanya melakukan mini riset terhadap objek-objek yang menarik pada suatu kawasan. Pelukis melakukan pengamatan seksama terhadap objek-objek indah yang bisa dilukis. Setelah didapatkan objek-objek menarik untuk dilukis, dipilih pemandangan terindah untuk dijadikan objek lukisan.

Pelukis Hardiman Wisesa melukiskan keindahan panorama Danau Toba saat matahari tenggelam dan pada saat siang hari dari tempat berbeda. Pelukis Didi Prihadi melukiskan keindahan teratai dan Danau Toba dari Lembah Bakara. Bambang Triyogo, Agus Opung dan Wan Saad melukiskan panorama Danau Toba saat cuaca cerah. Kawanan angsa di sekitar Danau Toba juga menjadi objek lukisan Agus Opung. Masing-masing pelukis mengambil objek lukisan dari tempat yang berbeda.

Mereka melukis dengan media cat minyak pada kanvas. Teknik lukisan impasto dengan berbagai variasinya. Lukisan panorama Danau Toba dan perpaduan Lembah Bakara, menghadirkan sensasi keindahan sangat menawan. Lukisan-lukisan panorama Danau Toba yang mereka ciptakan, memenuhi unsur-unsur estetika. Komposisi balans, warna harmonis, ada pusat perhatian dalam lukisan, kiaroskuro atau gelap terang pada lukisan selaras, dan sebagainya. Corak lukisan adalah naturalis, namun ada juga kesan sedikit impresionis, terutama pada goresan cat lukisan Teratai karya Didi Prihadi.

Para Pelukis dan Karyanya

Pelukis Hardiman Wisesa, lahir di Binjai Langkat Sumatera Utara pada 13 Oktober 1970. Pelukis ini kini di tinggal kawasan Tasbi Blok AA-33 Medan. Dia aktif dalam berbagai kegiatan pameran lukisan di Medan dan kota-kota lainnya di Indonesia. Lukisan panorama Danau Toba saat matahari hampir tenggelam di cakrawala, dilukiskan dengan cat minyak pada kanvas berukuran 70x90cm. Lukisan ini dominan warna merah, kuning dan jingga. Matahari di atas perbukitan terefleksikan oleh air danau, perahu melintas di atas danau menjadi pusat perhatian lukisan.

Lukisan lainnya tentang Danau Toba juga diciptakan dengan cat minyak pada kanvas, ukuran 150x200cm. Lukisan saat hari cerah berupa awan putih, langit biru, danau dan perbukitan pada latar depan, terkomposisikan secara balans asimetris. Lukisannya menunjukkan, dia sangat cermat mengamati objek lukisan. Kemilau cahaya dari langit, terpantul oleh air danau menimbulkan nuansa warna biru dan putih. Kontras dan kiaroskuro lukisan terstruktur secara bervariasi secara menarik. Secara keseluruhan, lukisan ini mampu merefleksikan keindahan kawasan yang dilukis.

Didi Prihadi, sarjana seni dari Jurusan Pendidikan Seni Rupa Unimed, setelah lulus, bergabung dengan Sanggar Rowo sejak 15 tahun lalu. Didi memilih menjadi pelukis daripada menjadi PNS alias pegawai negeri. Pernah memperoleh kesempatan menjadi PNS, tetapi ditinggalkannya.

Lukisan Teratai diciptakan dengan media cat minyak pada kanvas berukuran 80x100 cm. Lukisan didominasi warna hijau dengan nuansa lembut. Gelap-terang lukisan terstruktur secara bervariasi sangat menarik. Warna merah bunga Teratai menjadi pusat perhatian lukisan, karena beda warna dan beda bentuk.

Goresan kuasnya mengesankan lukisan ini cenderung impresionis. Lukisan lainnya tentang Danau Toba dan Lembah Bakara juga dibuat dengan cat minyak pada kanvas, ukuran 65x95cm. Teknik pewarnaan lukisan mengesankan lukisan impresionisme. Sapuan-sapuan kuas tampak sepontan, unsur-unsur piktorial lukisan, tersusun melalui komposisi warna terkesan impresif.

Bambang Triyogo, lahir 1960. Aktivitas melukis dilakukannya sejak masih tinggal di Tanjung Pinang Riau. Dia memiliki kegemaran melukis, sejak masih kanak-kanak. Selesai menamatkan sekolah, dia kerja di Harian Kompas Jakarta. Pada tahun 1995 bergabung di Sanggar Rowo. Tahun 2005 dia hijrah ke Jakarta dan Bali. Selama di Bali dia menetap di Ubud, bergabung dengan teman-teman pelukis di sanggar ubud. Selama di tempat itu dia memperdalam budaya Bali. Objek tentang Bali, akhir-akhir ini menjadi tema diangkat pada karya-karyanya. Dia juga aktif dalam sejumlah kegiatan pameran lukisan seperti di Medan, Jakarta, Bali dan di luar negeri.

Lukisannya tentang panorama Danau Toba dan Lembah Bakara, dibuatnya dengan cat minyak pada kanvas berukuran 65x95cm. Karya-karyanya diciptakan dengan teknik impasto, sapuan warna tipis-tipis dan lembut.

Agus Opung, lahir di Tanjung Morawa pada 7 Agustus 1978. Daia juga belajar melukis di Sanggar Rowo. Aktif dalam berbagai kegiatan pameran lukisan di Medan dan sejumlah kota lainnya. Lukisan tentang Kawanan Angsa dibuat dengan cat minyak pada kanvas berukuran 90x120cm. Delapan angsa di tepian Danau Toba bercengkerama. Kedelapan angsa berjajar dalam komposisi balans asimetris. Jumlah angsa delapan, bukan tidak disengaja oleh pelukis. Angka delapan berkaitan dengan kepercayaan salah satu etnis di Indonesia, yaitu angka yang diyakini berkaitan dengan keberuntungan dan keberkahan. Lukisan lainnya berjudul "Kampung Bakara" dibuat dengan cat minyak pada kanvas berukuran 65x95cm.

Wan Saad lahir di Delitua pada 14 Agustus1963. Dia berpenampilan nyentrik berambut gondrong dan memiliki delapan anak ini, tinggal di jalan Letda Sujono Gg. Rukun no. 11 Medan. Dia lebih suka di panggil pak Saad daripada bang Saad, meskipun penampilannya menunjukkan semangat muda, yaitu selalu memakai celana jins dan kaos oblong.

Lukisannya tentang Danau Toba dan Lembah Bakara dibuat dengan media cat minyak pada kanvas berukuran 65x95cm. Teknik lukisannya impasto dengan sapuan warna tipis-tipis, hingga membentuk unsur piktorial. Warna-warnanya cenderung monokrom namun harmonis.

Pelukis dan Kolektor

Lukisan-lukisan panorama Danau Toba dan sekitarnya karya pelukis Medan bisa diandalkan kualitasnya. Mereka menjaga mutu sejak dari pemilihan bahan seperti cat, kanvas, hingga bingkainya. Pemilihan objek lukisan juga dilakukan dengan kesungguhan. Mereka mengunjungi tempat-tempat indah di kawasan Danau Toba. Karya-karya mereka selama ini dikoleksi oleh perorangan, pedagang seni atau masyarakat umum lainnya.

Dahulu Presiden RI pertama Ir. Soekarno sering mengoleksi lukisan karya pelukis-pelukis Indonesia. Lukisan-lukisan itu kemudian di jadikan elemen estetika Istana Negara. Warisan lukisan koleksinya tersebar di Istana Negara Jakarta, Bogor, Yogyakarta dan Tampak Siring Bali. Semua itu dilakukannya untuk membangun kebanggaan Indonesia.

Sejumlah tokoh negarawan lainnya seperti Adam Malik aslinya Sumatera juga banyak mengoleksi lukisan. Pada era Orde Baru, keluarga Cendana (keluarga mantan Presiden Soeharto) juga mengoleksi lukisan, bahkan Sudwikatmono memiliki galeri lukisan pribadi. Pengusaha yang menjadi kolektor lukisan antaralain Ciputra, Oei Hong Djien dan Raka Sumichan. Mereka sangat peduli dengan karya seni dan menghidupi pelukis.

Saat ini era desentralisasi, banyak hal dikelola oleh daerah masing-masing, sudah semestinya Pemerintah Daerah Sumatera Utara, memberi perhatian pada lukisan-lukisan karya pelukis daerahnya. Mengoleksi karya mereka untuk dipajang di kantor-kantor pemerintah seperti Kantor Gubernur dan sebagainya. Jika hal itu dilakukan, bukan saja banyak pelukis semakin sejahtera hidupnya, tetapi kebanggaan akan daerah (cinta Tanah Air) bisa diciptakan melalui lukisan. Semoga.

Penulis; dosen seni rupa FBS Unimed.

Sumber: analisadaily

Tidak ada komentar: