MEDAN - Sejarawan Universitas Negeri Medan, Erond Damanik, mengatakan, belum semua situs bersejarah yang ada di Sumatera Utara diteliti oleh para sejarawan dan arkeologi baik peneliti asing maupun peneliti dalam negeri.
"Padahal banyak situs-situs peninggalan masa lampau terdapat di Sumut, namun sayangnya belum semua mendapat perhatian yang serius untuk dilestarikan dan diteliti.Bahkan sebagian diantaranya dibiarkan terbengkalai tanpa perawatan," katanya, malam ini.
Misalnya situs bersejarah yang ada di Pulau Kampai, Kabupaten Langkat, sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian secara komprehensif dan baru hanya sebatas survey saja yang dilakukan oleh arkeolog berkebangsaan Inggris Edward McKinnon tahun 1977.
Demikian juga dengan Situs Gunung Kerang di Hinai, Kabupaten Langkat yang diperkirakan merupakan sisa-sisa peradaban zaman prasejarah. Namun sayangnya keberadaan situs ini sudah keburu hancur dijarah masyarakat untuk diambil kandungan kapurnya.
Baru beberapa situs bersejarah di Sumut yang sudah diteliti, diantaranya di Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 1994 hingga tahun 2004, Candi Portibi di Padang Lawas (2005-2009), Kota China (1972-1979), Kota Rentang (2008) dan Situs Benteng Putri Hijau di Kabupaten Deli Serdang (2008 - 2009).
Ia mengatakan, satu lagi yang perlu dilakukan adalah penelitian dibidang jalur perdagangan antara daerah pesisir dengan pegunungan. Karena sebagian besar situs-situs tersebut berada di daerah pesisir, sementara komoditi perdagangan pada masa lalu sebagian besar berasal dari daerah pegunungan.
Seperti misalnya Barus di Tapanuli Tengah, Candi Portibi di Padang Lawas, Kota China, Kota Rantang dan Situs Benteng Putri Hijau di Kec. Delitua Kabupaten Deli Serdang, semuanya berkaitan dengan perairan baik laut maupun sungai.
"Artinya, tentunya ada jalur perdagangan antara daerah pesisir sebagai daerah pemasaran dengan pegunungan selaku penghasil komoditi. Nah hubungan antara kedua daerah ini yang belum pernah diteliti keterkaitannya," katanya.
Berbicara masalah Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia sebagai peneliti, ia mengatakan, peneliti-peneliti lokal sebenarnya tidak kalah kompetensinya dibandingkan dengan peneliti asing lainnya yang juga banyak melakukan penelitian tentang situs bersejarah di Indonesia.
Hanya kendala peneliti Indonesia selalu terbentur dengan permasalahan dana. Ini berbeda dengan peneliti asing yang selalu mendapat sokongan dana dari pemerintahnya untuk melakukan penelitian.
"Kalau peneliti asing akan selalu mendapat dukungan penuh dari pemerintah maupun lembaga tempat ia bernaung, baik materi maupun perlengkapan lainnya dalam melakukan penelitian. Kalau kita, harus cari dana sendiri, kalaupun dapat bantuan dananya sangat terbatas," katanya.
"Padahal banyak situs-situs peninggalan masa lampau terdapat di Sumut, namun sayangnya belum semua mendapat perhatian yang serius untuk dilestarikan dan diteliti.Bahkan sebagian diantaranya dibiarkan terbengkalai tanpa perawatan," katanya, malam ini.
Misalnya situs bersejarah yang ada di Pulau Kampai, Kabupaten Langkat, sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian secara komprehensif dan baru hanya sebatas survey saja yang dilakukan oleh arkeolog berkebangsaan Inggris Edward McKinnon tahun 1977.
Demikian juga dengan Situs Gunung Kerang di Hinai, Kabupaten Langkat yang diperkirakan merupakan sisa-sisa peradaban zaman prasejarah. Namun sayangnya keberadaan situs ini sudah keburu hancur dijarah masyarakat untuk diambil kandungan kapurnya.
Baru beberapa situs bersejarah di Sumut yang sudah diteliti, diantaranya di Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 1994 hingga tahun 2004, Candi Portibi di Padang Lawas (2005-2009), Kota China (1972-1979), Kota Rentang (2008) dan Situs Benteng Putri Hijau di Kabupaten Deli Serdang (2008 - 2009).
Ia mengatakan, satu lagi yang perlu dilakukan adalah penelitian dibidang jalur perdagangan antara daerah pesisir dengan pegunungan. Karena sebagian besar situs-situs tersebut berada di daerah pesisir, sementara komoditi perdagangan pada masa lalu sebagian besar berasal dari daerah pegunungan.
Seperti misalnya Barus di Tapanuli Tengah, Candi Portibi di Padang Lawas, Kota China, Kota Rantang dan Situs Benteng Putri Hijau di Kec. Delitua Kabupaten Deli Serdang, semuanya berkaitan dengan perairan baik laut maupun sungai.
"Artinya, tentunya ada jalur perdagangan antara daerah pesisir sebagai daerah pemasaran dengan pegunungan selaku penghasil komoditi. Nah hubungan antara kedua daerah ini yang belum pernah diteliti keterkaitannya," katanya.
Berbicara masalah Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia sebagai peneliti, ia mengatakan, peneliti-peneliti lokal sebenarnya tidak kalah kompetensinya dibandingkan dengan peneliti asing lainnya yang juga banyak melakukan penelitian tentang situs bersejarah di Indonesia.
Hanya kendala peneliti Indonesia selalu terbentur dengan permasalahan dana. Ini berbeda dengan peneliti asing yang selalu mendapat sokongan dana dari pemerintahnya untuk melakukan penelitian.
"Kalau peneliti asing akan selalu mendapat dukungan penuh dari pemerintah maupun lembaga tempat ia bernaung, baik materi maupun perlengkapan lainnya dalam melakukan penelitian. Kalau kita, harus cari dana sendiri, kalaupun dapat bantuan dananya sangat terbatas," katanya.
Sumber: waspada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar