Senin, 01 April 2013

ziarah kubur (Cheng Beng) 2013

(Analisa/khairil umri) PUNCAK CHENG BENG: Warga keturunan
 Tionghoa melakukan prosesi saat melakukan ibadah
 bersembahyang kubur atau disebut Cheng beng di perkuburan
 warga Tionghoa  Kedai Durian Kecamatan Medan Johor, kemarin.
Puncak kunjungan penziarah yang melakukan ibadah bersembahyang kubur
di makam keluarga akan ramai pada 31 Maret sampai 4 April 2013. 

Sumber: Medan, (Analisa). 

Masyarakat etnis Tionghoa dari berbagai daerah memadati kuburan dan tempat krematorium di Sumut. Mereka memanfaatkan hari libur untuk melaksanakan ziarah kubur (Cheng Beng) yang merupakan ritual atau ziarah untuk menghormati leluhurnya yang telah meninggal.
 Pantauan, kepadatan terlihat sejak Minggu (31/3) pagi di beberapa pemakaman Tionghoa di Sumatera Utara. Para peziarah bersama keluarga datang beramai-ramai dengan membawa perlengkapan sembahyang seperti, dupa, lilin, bunga, makanan persembahan dan lainnya.
Suasana di pekuburan Tionghoa di Kedai Durian Delitua, sejak Sabtu (30/3) hingga Minggu (31/3), ramai dengan pengunjung yang berziarah. Para peziarah bersama keluarganya dengan tertib memadati komplek perkuburan sejak pagi.
Para petugas keamanan dari Polsekta Delitua, Polsekta Patumbak, Satlantas Polresta Medan, Danramil Delitua, Kelurahan Kedai Durian Kecamatan Medan Johor, Desa Marindal I dan Desa Suka Makmur, Kecamatan Patumbak Deliserdang bahu membahu melakukan penertiban arus lalulintas kendaraan pengunjung yang datang. Bahkan ritual Cheng Beng yang dilaksanakan sejak 25 Maret 2013 berjalan lancar dan kondusif.
Acai, salah seorang peziarah kepada wartawan mengaku setiap tahun melaksanakan ziarah leluhur ke pekuburan Tionghoa di Kedai Durian. "Bersama keluarga untuk ziarah ke makam kakek, nenek dan saudara. Setiap tahun kami ziarah," sebutnya. Dia sangat berterimakasih atas pelayanan yang diberikan pihak Yayasan Budi Luhur dan Muspika sehingga proses ritual Cheng Beng berjalan dengan lancar.
Sementara Ketua Yayasan Budi Luhur, Harun mengatakan, warga saling menghargai dan membantu kelancaran ritual Cheng Beng. Bahkan selama Cheng Beng warga yang bermukim di sekitar komplek pekuburan dengan menggelar dagang. "Semuanya saling bekerjasama untuk menjaga keamanan dan kenyamanan. Cheng Beng juga membantu perekonomian warga disini yang menjajakan dagangan serta membantu membersihkan kuburan," ujar Harun.
 Harun yang akrab disapa Alun. Kendati setiap hari sibuk berkordinasi dengan Muspika, namun saat itu Alun menyempatkan diri berziarah ke makam leluhurnya. "Saya juga mengimbau agar para peziarah tidak membayar tiket masuk sebelum melintasi rel kereta api. Karena, dikhawatirkan tiket yang dibayar tersebut tidak sah. Artinya, tidak sesuai dengan tiket masuk yang dikeluarkan oleh panitia sebesar Rp 50 ribu untuk setiap kendaraan roda empat," serunya. Dia juga menyarankan agar para peziarah dengan tertib masuk ke komplek pekuburan. Sebab, beberapa hari kedepan peziarah akan memadati lokasi pekuburan untuk berziarah. Kepala Kelurahan Kedai Durian, Fatimah Harahap mengungkapkan, Cheng Beng mempererat solidaritas antar umat beragama. Warga setempat khususnya di Kelurahan Kedai Durian dan Desa Suka Makmur serta Marindal I juga menjunjung tinggi kerukunan umat
Sementara salah satu peziarah di pemakaman Tionghoa di Budi Murni, Galang Deli Serdang, Yuvi Limbong mengatakan, Cheng Beng merupakan tradisi bagi keluarganya untuk berdoa dan memberikan penghormatan sebagai rasa bakti pada leluhur. Bukan hanya kepada leluhur namun bisa juga kepada sanak-saudara, keluarga maupun kerabat.
"Cheng Beng diartikan jernih-terang atau cerah yg jernih, yang penuh hikmah. Di bulan inilah menjadi hari yang sangat bermakna bagi etnis Tionghoa, karena sejauh manapun keluarga yang ditinggalkan pasti kembali untuk melakukan Cheng Beng," kata Yuvi warga Sekip Baru.
Dikatakannya Cheng Beng juga merupakan tradisi yang dilakukan secara turun-temurun dan rutin setahun sekali. Biasanya, kita membersihkan dan mengecat kuburan di saat Cheng Beng. Namun sekarang sudah banyak yang memakai keramik atau bahan marmer sebagai prasasti di penempatan nama prasasti, maka perawatan pengecatan sudah jarang.
"Hari ini (red), saya beserta keluarga berziarah ke Galang saja, tetapi ada lima tempat yang kita ziarahi. Penghormatan kepada leluhur dilakukan dengan memasang hio dan lilin, boleh disertai persembahan air putih, buah-buahan dan makanan," jelasnya.
Namun, penghormatan saat sembahyang Cheng Beng tidak mutlak harus ada semuanya, bentuk persembahan tergantung kepada pribadi masing-masing. Pada intinya yang terpenting harus disertai doa atau pembacaan doa pelimpahan jasa yang dilakukan oleh setiap orang.
Kepadatan sembahyang Cheng Beng bukan hanya terjadi di kuburan saja, namun kepadatan juga terlihat di krematorium Yayasan Sosial Go Sia Kong So, Jalan Pinang Baris No168 Medan. Berbagai persembahan seperti, buah-buahan, makanan, kue, kertas sembahyang, dupa hingga persembahan baju kertas dibawa para peziarah untuk laksanakan sembahyang Cheng Beng
Salah satu pengurus Krematorium Go sia Kong So Ng Kim Huat, sejak Jumat (29/3) kemarin, krematorium ramai dikunjungi etnis Tionghoa yang ingin berziarah. Perayaan Cheng Beng kali ini bertepatan hari libur nasional sehingga pengunjung meningkat dibanding tahun lalu.
"Biasanya, mereka (pengunjung) memanfaatkan waktu libur. Meski suasana ramai, namun kegiatan di sini tetap lancar dan khusuk karena petugas di krematorium selalu siap membantu bilamana ada yang membutuhkan sesuatu terutama pelayanan," ungkap Ng Kim Huat. (msm/ns) 

Tidak ada komentar: