Pertengahan April lalu, belasan peneliti berada di tengah kebun cokelat dan sawit. Dua belas hari lamanya mereka menggali enam kubang tanah sedalam 30 sampai 40 sentimeter.
Beberapa warga Desa Kota Rantang, Kecamatan Hamparan Perak, Deli Serdang turut membantu penggalian. Seperti dugaan sebelumnya, perut tanah Kota Rantang ternyata menyimpan aneka benda kuno di antaranya aneka keramik abad 13 sampai 16.
Ahli keramik kuno yang juga koordinator penggalian Nani H Wibisono menuturkan keramik di tempat itu berasal dari China masa dinasti Yuan (paling banyak) dan Ming. Keramik lain yang berhasil ditemukan peneliti berasal dari Vietnam, Thailand, Burma, dan tembikar lokal yang diduga buatan Gresik. Peneliti juga menemukan patahan batu bata yang diduga bagian dari candi, potongan kayu kapal, tulang hewan, dan batu nisan tanpa angka tahun.
Temuan itu sangat metropolis, menandakan adanya kehidupan di masa lampau. Meski belum ada kepastian, situs itu diduga sebagai petunjuk keberadan pusat Kerajaan Aru, Haru, atau Arrow. Hingga kini, belum ada kepastian di mana letak ibukota kerajaan yang pernah besar di pesisir Timur Sumatera Utara itu. Dahulu kala wilayah kerajaan ini membentang antara Aceh Taminang (Nanggroe Aceh Darussalam) sampai Rokan Hilir (Riau).
Beragam Data
Data sejarah yang pernah menyebut ibukota kerajaan itu secara beragam. Sejarawan JV Mills menyebut Kota Cina—yang kini berada di Labuhan Deli, Medan—sebagai pusat Kerajaan Aru. Masyarakat dan peneliti banyak menemukan benda arkeologis di tempat ini dari zaman Hindu--Budha. Utusan Portugis F Mendes Pinto menulis pusat Kerajaan Aru ada di tepi Sungai Petani, di Deli Tua. Hal itu dibuktikan dengan adanya benteng pertahanan berupa tanah setinggi 30 kaki. Benteng dari tanah itu hingga kini masih ada dengan kondisi yang tidak terawat.
Betapapun beragamnya informasi itu, secara historis Kerajaan Aru ada di pesisir timur Sumatera Utara. Bukti sejarah cukup kuat menyebut keberadan kerajaan ini.
Menurut buku Pararaton, Kerajaan Singosari pernah menaklukkan Aru pada 1292 saat ekspedisi pamalayu. Majapahit juga pernah menaklukkan Aru 1365 seperti yang tertulis dalam Negarakertagama. Kejayaan Aru mengalami jatuh bangun. Sepuluh tahun sebelum diserang Kertanegara dari Singosari, kerajaan ini sudah mengirimkan utusan ke China saat pemerintahan Kublai Khan pada 1282. Meskipun pernah diserang Majapahit, Aru kembali bangkit pada abad 15. Bahkan sempat menduduki Pasai dan menyerang Malaka berkali-kali. Kejayaan ini diakui oleh Portugis melalui tulisan Tom Pires dalam bukunya Suma Oriental.
Kerajaan Pasai menganggap Aru sebagai saingan di pesisir timur Sumatera. Lantaran itu enam tahun masa pemerintahannya, Sultan Iskandar menyerang Aru melalui ekspedisi militer pada 1613. Catatan pelaut Perancis Agustin de Beaulieu menyebutkan pada abad 17, Kesultanan Aceh menguasai Aru dan kerajaan lain di pesisir timur Sumatera.
Berpindah-pindah ?
Melihat data sejarah itu, kemungkinan pusat pemerintahan Aru berpindah-pindah sangat terbuka. Kepala Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial (Pussis) Universitas Negeri Medan (Unimed) Ichwan Azhari membenarkan dugaan itu. Pada saat penyerangan oleh Majapahit dan Kerajaan Aceh, hampir dipastikan infrastruktur pusat Kerajaan Aru hancur.
“Saya meyakini ibukota Aru ada di Kota Rantang. Temuan arkeologis di tempat ini lengkap sesuai dengan masa kejayaannya. Setelah mendapat serangan dari Aceh dan Majapahit, pusat Aru berpindah ke Deli Tua, di sekitar Sungai Petani. Du gaan saya mereka mencari perlindungan di sana,” katanya.
Sebelum penyerbuan Aceh, Aru belum beragama Islam. Temuan batu nisan Islam bergaya Aceh di Kota Rantang menunjukkan hubungan historis keduanya. Ada kemungkinan, katanya, batu nisan ini didatangkan dari aceh. Adapun temuan batu bata merah di Kota Rantng menunjukkan masa akhir Hindu dan awal masuknya Islam.
Sumber sejarah yang menyebut pusat Kerajaan Aru belum kuat. Temuan arkeologis di Kota Cina banyak berasal dari abad 8-9. Sementara masa jaya Aru pada abad 12. Sedangkan temuan di Deli Tua masanya terlalu muda setelah abad 15. Besar kemungkinan, tuturnya pusat kerajaan Aru berpindah ke Deli Tua setelah mendapat serangan berkali-kali dari Aceh dan Majapahit.
Perdebatan tentang Aru bukan saja menarik mengenai letak ibukotanya. Cerita rakyat soal kerajan ini juga beragam versi, terutama dari sumber Melayu maupun Suku Karo. Orang Melayu beranggapan kerajaan ini beragam Islam sebelum kemudian berubah nama menjadi Kerajaan Deli. Salah satu buktinya, meriam pemberian Portugis ke Putri Hijau—permaisuri Raja Aru—kini tersimpan di Istana Maimon, Medan.
Cerita rakyat Karo meyakini, Aru merupakan kerajaan orang Karo. Masyarakatnya beragama kepercayaan dan berpusat di Siberaya, Kabupaten Karo asal Putri Hijau. “Putri Hijau tidak pernah menikah dengan Raja Deli. Semua dikatakan melayu karena Aru diserang,” sanggah Sem Ginting (69) warga Karo yang tinggal di dekat permandian Putri Hijau di Deli Tua, Deli Serdang.(Andy Riza Hidayat)
Sumber: andyriza.multiply
Tidak ada komentar:
Posting Komentar