Senin, 05 Februari 2007

Kerajaan Haru Delitua diantara tentang keberadaan suku KARO dan MELAYU

Tambahan info ttg KARO dan MELAYU
----- Original Message -----
From: Irianto Tarigan
To: gbkp@yahoogroups.com
Sent: Monday, April 02, 2007 9:22 AM
Subject: Re: [gbkp] Tambahan info ttg KARO dan MELAYU

Sikuhamati T/S anggota milis GBKP.
Mejuah juah,
Tambahan informasi yang mungkin berguna :

1. Tahun 1978 saya pernah membaca cerita bersambung (gambar) ttg legenda Putri Hijau di harian Waspada Medan. Tapi maaf saya tidak punya dokumen tsb.
Ceritanya masih saya ingat bahwa :
Putri Hijau bersaudara 3 orang. Punya 1 abang laki- laki dan 1 adik laki laki. Ayahnya seorang Raja di daerah Sungai Deli (daerah Delitua sekarang). Raja Aceh datang menyerang ke Delitua, tapi kerajaan Putri Hijau tidak dapat dikalahkan, Akhirnya raja Aceh menggunakan uang emas sebagai peluru / senjata. Dimana akibatnya pasukan Putri Hijau sudah keasyikan mengambil emas tsb dan akhirnya kalah.
Adik bungsu Putri Hijau tetap bertahan dan berubah menjadi Meriam (dikenal dgn Meriam Puntung, dan masih ada di Istana Maimun))dan abangnya berubah menjadi Ular Besar dan membawa lari Putri Hijau kelaut melalui sungai Deli.

2. Tahun 1978 (maaf kalau saya salah), seorang Mahasiswa IKIP Medan jurusan bahasa Indonesia membuat skripsinya tentang Putri Hijau yang isinya mengatakan bahwa Putri Hijau adalah Putri Karo beru Sembiring.

3. Tahun 1980 , terbentuk grup seni MEKAR (MELAYU KARO), diprakarsai oleh alm.Tengku Abunawar Sinar (alm, mantan Ketua DPRD Deli Serdang). Pada tahun yang sama sekitar bln September (setelah pembukaan Medan Fair) melalui bpk alm. Longge Purba (mantan Direktur SMAN Pancurbatu)kami grup TARI KARO diundang ke Istana Maimun utk diskusi suatu acara. Saat kami di Istana Maimun kami bertemu dgn alm.Sultan Tengku Perkasa Alam (Sultan saat thn 1980)dan Beliau mengatakan bahwa dia bermarga SEMBIRING PELAWI.
"Siapa kalian br Sembiring, ya itu turang saya" itulah ucapan beliau saat itu. Saat itu kami ada 1 orang br Sembiring (sekarang Moria Rg.Simp.Tuntungan). Lalu hal ini saya konfirmasi ke Tengku Abunawar Sinar, dan beliau mengiyakan bahwa Sultan Deli bermerga SEMBIRING PELAWI dan dia sendiri SULTAN LANGKAT bermerga PERANGIN ANGIN KUTABULUH. (Sultan Langkat adalah anakberu Sultan Deli).

Saya mohon maaf (sentabi) kalau alur ceritanya kurang baik, dan peristiwa ini sudah 27 thn yang lalu.

Untuk saudara/i ku yang mau mengambil S2, alangkah baiknya kalau beberapa cerita yang ada di suku KARO dapat dijadikan skripsi ataupun penelitian, sehingga Cerita/Kisah tsb dan diangkat kepermukaan untuk menambah kekayaan budaya dan sekalian terdokumentasi. 
Bujur.
Salam ras Mejuah juah,
ITT

--- Nuah P Tarigan
wrote:

Ada masukan yang sangat menarik disini: dan perlu diteliti lebih lanjut...
Bujur
NT
Pada tahun 1853, masyarakat Karo bangkit kembali mendirikan Kesultanan Langkat di puing-puing Haru Wampu atas pengakuan dari Sultan Ibrahim Mansyur Syah
Sementara itu di tahun 914 H/1508M, seorang pemuda Karo/Dusun yang masuk sebagai tentara Aceh dan sudah beragama Islam bernama Manang Sukka mendirikan Kerajaan Haru Delitua. Dia memakai gelar Sultan Makmun Al Rasyid I. Permaisurinya bernama Putri Hijau, saudara perempuan dari Sultan Mughayat Syah.
 
Angkatan Bersenjata Portugis dari Malakka pata tahun 930 H/1523 M menggempur Kesultanan Haru Delitua. Mereka bergerak dan menyisir daerah yang bernama Labuhan Deli sampai Deli Tua sambil menembaki siapa saja manusia yang hidup di daerah tersebut.
 
Mereka menggempur pasukan Makmun Al Arsyid dengan persenjataan berat dan artileri. Pasukan Makmun Al Rayid dengan bantuan pasukan dari Aceh bertahan di Sukamulia dan semuanya tewas dalam pembantaian tersebut.
 
Pasukan pengawal istana kerajaan habis dibantai yang terdiri dari semua penduduk yang berjenis kelamin laki-laki. Permaisuri Putri Hijau dengan lima orang putrinya ditawan oleh pasukan keling di bawah tentara Portugis ini. Para kaum keling India ini berasal dari provinsi Goa di India barat. Pasukan tersebut juga didukung oleh orang-orang Macao, Cina. Para putri-putri tersebut menjadi korban kebiadaban perkosaan dari tentara-tentara bayaran tersebut.
 
Putri Hijau sambil berzikir diikat ke mulut sebuah meriam lalu diledakkan. Tubuhnya hancur lebur tanpa bentuk. Puntung dari meriam Portugis itu menjadi "Keramat Meriam Puntung", sebuah relik bagi orang-orang Karo Dusun yang muslim.

Pada tahun 1853, Sultan Ibrahim Mansyur Syah, Sultan Aceh, mengangkat Wan Usman di Labuhan Deli dengan nama Sultan Usman Perkasa Alam menjadi Sultan Deli yang pertama. Diperkirakan identitas Batak Karo di kerajaan tersebut setelah itu mulai menurun. Identitas Melayu mulai diperkenalkan.

Sementara itu di tanah Karo pegunungan didirikan kerajaan Sibayak oleh pihak Belanda. Sebenarnya di pegunungan Sibayak telah berdiri kerajaan-kerajaan huta yang kecil yang otoritasnya hanya pada penduduk di satu kampung.

Upaya untuk menciptakan Kerajaan Sibayak yang bersatu dimulai oleh Belanda dalam rangka kebijaksanaan Devide Et Impera. Di sana terdapat kerajaan yang bernama Kerajaan Lingga yang sejak dahulu kala eksis namun pengaruhnya tidak besar. Kerajaan Lingga ini juga kut serta dalam membentuk komunitas Batak Gayo dan Alas di Aceh. Nama rajanya di masa Belanda adalah: Raja Sendi Sibayak Lingga, Raja Kalilong Sibayak Lingga.

Keduanya dipilih oleh Belanda dari beberapa raja lingga yang telah eksis berabad-abad tapi dalam bentuk kecil kerajaan-kerajaan desa.

Belanda memutuskan untuk mengkristenkan tanah Karo pegunungan dengan memerintahkan "Nederlandsche Zendings Genootschap" yang kristen protestan kalvinist. Akibatnya kini orang-orang Karo yang Kristen protestan kalvinist tidak mau bergabung, baik itu identitas maupun sosial, dengan orang-orang Toba yang Kristen protestan lutheran dalam HKBP.

Perbedaan identitas juga terdapat di dalam komunitas Karo. Mereka yang bermukim di tanah Karo pegunungan hingga tahun 1905 tetap masih menganut agama tradisional Batak. Dalam abad ke-20 mereka banyak menganut Kristen Protestan Kalvinis. Sementara itu orang Karo Dusun kebanyakan adalah muslim sejak masa kesultanan Haru Delitua (1508-1523).

Akibat penurunan identitas Karo menjadi Melayu banyak orang Karo yang muslim yang tidak mencantumkan marganya saat lahir. Kebangkitan identitas Karo akhirnya terjadi lagi pada era tahun 1950-an. Di mana banyak muslim Karo sudah mengenakan marganya kembali.